Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bandara Kertajati masih sepi penumpang. Tingkat keterisian (okupansi) di Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati masih di bawah rata-rata. Disinyalir, sampai saat ini sepinya penumpang dikarenakan masih sedikitnya maskapai yang “tertarik” mengoperasikan pesawat dari bandara ini. Analisis kebutuhan masyarakat akan keberadaan bandara di wilayah ini pun terkesan belum matang.

Berbagai upaya terus dilakukan berbagai pihak. Sampai akhirnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat turun tangan. Pemprov sempat meminta agar Aparatur Sipil Negara (ASN) menggunakan Bandara Kertajati untuk setiap perjalanan udara.

Kondisi ini turut mewarnai hiruk pikuk polemik “naiknya tiket pesawat” beberapa waktu belakangan. Naiknya tiket pesawat turut mewarnai panasnya hawa kontestasi akhir-akhir ini. Berbagai opsi dan ide dilontarkan, bagaimana cara menekan lambungan tarif tiket pesawat. Harga tiket penerbangan domestik lebih mahal dibandingkan jika “transit” dulu ke negara tetangga. Skema ini tentu lebih menarik dan masuk akal bagi pengguna jasa layanan angkutan udara dengan kemampuan terbatas.

Menghadapi kegelisahan ini, pihak maskapai yang tergabung dalam Indonesia National Air Carrier Association (INACA) sempat mengeluarkan kebijakan penurunan tarif. Penurunan bervariasi antara 20 hingga 60 persen. Kiranya kebijakan ini tepat dilakukan mengingat daya beli masyarakat dan tingginya minat masyarakat atas moda transportasi ini.

Pun demikian Jawa Barat, sebagai salah satu wilayah dengan lalu lintas penerbangan cukup tinggi di Indonesia. Sebanyak 1,67 persen penumpang berangkat berasal dari Jawa Barat, yaitu Bandara Husen Sastranegara. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, sepanjang tahun 2013 hingga 2017 lalu lintas penumpang angkutan udara memiliki tren meningkat. Peningkatan jumlah penumpang berangkat baik penerbangan domestik maupun internasional dari Jawa Barat mencapai 77,44 persen. Peningkatan yang luar biasa bagi transportasi udara di Jawa Barat.

Jumlah penumpang berangkat pada tahun 2013 mencapai lebih dari satu juta penumpang (1.002.161 orang). Di tahun 2017 melonjak hingga lebih dari 776 ribu penumpang. Lonjakan ini tak lepas dari pembangunan infrastruktur Bandara Husen Sastranegara. Bandara diperluas, berdampak pada meningkatnya rute penerbangan maupun jumlah pesawat yang diterbangkan. Beroperasinya Bandara Kertajati di tahun 2018 pun membawa angin segar bagi peningkatan kinerja angkutan udara di Jawa Barat. Angkutan udara dapat lebih berperan dalam meningkatkan konektivitas warga masyarakat.

Angkutan Udara dalam Ekonomi Jawa Barat
Peran transportasi pada dasarnya adalah untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat untuk mengakomodasi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. Namun seiring perkembangan jaman, sistem transportasi berperan sebagai fasilitas bagi sistem produksi dan investasi yang memberikan dampak positif bagi kondisi ekonomi. Lebih jauh dari sisi makro ekonomi, transportasi memegang peranan strategis dalam meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Hal ini dikarenakan sifatnya sebagai derived demand. Artinya apabila penyediaan transportasi meningkat akan memicu kenaikan angka PDRB.

Dalam perekonomian Jawa Barat aktivitas angkutan udara menjadi bagian dari kategori lapangan usaha transportasi dan pergudangan. Nilai Tambah Bruto (NTB) transportasi dan pergudangan mencapai lebih dari 103 triliun rupiah di tahun 2017 (atas dasar harga berlaku). Atau sekitar 5,80 persen dari total PDRB Jawa Barat.

Dari total 103 triliun rupiah PDRB transportasi dan pergudangan, lebih dari sepersepuluhnya adalah nilai tambah dari angkutan udara. Menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 2015, golongan pokok angkutan udara mencakup angkutan penumpang atau barang melalui udara atau angkasa. Walaupun peranan aktivitas ini hanya 0,63 persen terhadap PDRB, namun perkembangannya signifikan dalam ekonomi Jawa Barat. Selama periode 2014 hingga 2017, pertumbuhan angkutan udara selalu lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, dengan rata-rata pertumbuhan 7,02 persen per tahun.

Selain rata-rata pertumbuhannya yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, aktivitas angkutan udara memiliki peranan penting dalam konektivitas wilayah, khususnya di Indonesia. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari `lebih dari 17 ribu pulau tentu keberadaan moda transportasi ini menjadi strategis. Pembangunan ekonomi Indonesia sangat ditopang oleh kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah), maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia.

Dalam melakukan aktivitas sebagai penunjang konektivitas nasional, angkutan udara memerlukan biaya produksi (input antara) yang cukup besar. Tabel Input Output Jawa Barat tahun 2015 menunjukkan dari total output angkutan udara, sebanyak 65,07 persen digunakan untuk input antara. Yang dimaksud input antara di sini adalah seluruh barang dan jasa yang habis digunakan dalam proses produksi. Dengan kata lain input primer (Nilai Tambah Bruto/NTB) yang mampu diciptakan oleh aktivitas angkutan udara di Jawa Barat sebesar 34,93 persen dari outputnya. Komponen NTB sendiri terdiri dari kompensasi tenaga kerja, surplus usaha bruto, serta pajak minus subsidi.

Ketika avtur sebagai salah satu input antara kegiatan angkutan udara mengalami peningkatan harga, tentu nilai input antara akan semakin meningkat. Pada akhirnya kondisi ini akan menurunkan NTB jika output melalui harga produk atau jasa tidak meningkat. Kiranya perhitungan seperti ini lah yang menjadikan maskapai udara ramai-ramai menaikkan tarif.

Walaupun demikian, persoalan kenaikan tarif pesawat juga perlu mendapat perhatian Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Selain memikirkan strategi untuk “meramaikan” Bandara Kertajati. Menggandeng pelaku usaha angkutan udara dan ekonomi-ekonomi pendukungnya perlu dilakukan. Mempertajam analisis “kebutuhan” masyarakat akan Bandara Kertajati perlu dikaji lebih lanjut. Disamping terus mengusahakan kemudahan akses menuju lokasi bandara. Mengupayakan Bandara Kertajati bisa “hidup” di tengah “kegalauan” tarif dan “rendahnya minat” maskapai perlu semakin digiatkan. Hingga akhirnya cara meningkatkan kinerja bandara yang menghabiskan anggaran lebih dari 2,6 triliun rupiah itu dapat dilakukan dengan tepat. ***

Penulis,
Isti Larasati Widiastuty, SST, MP
Statistisi Madya BPS Jabar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ajijah
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper