Bisnis.com, BANDUNG — Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menilai keluhan dari sebagian pelaku industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Jawa Barat yang menilai upah pekerja terlalu mahal sehingga membebani finansial perusahaan adalah tidak relevan.
“Berbicara upah, di Jawa Tengah juga sama saja. Persoalannya bukan upah,” kata Roy KSPSI, Roy Jinto, Senin (29/4).
Roy mengaku, dirinya dalam beberapa kesempatan pernah berdiskusi dengan pengusaha industri TPT. Dari hasil diskusinya, ia menyimpulkan persoalan utama bukan berada pada upah yang menjadikan beban finansial bagi perusahaan, melainkan kebijakan pemerintah yang menyebabkan cost produksi meningkat.
“Bagi perusahaan (TPT) cost upah di Jawa Barat itu masih rendah,” ujarnya.
Justru, Roy menilai perusahaan pastinya sudah menghitung matang-matang nilai operasional sebelum proses produksi per tahun dilakukan. Pasalnya, pemerintah sendiri telah menetapkan Upah Minimum Kota/kabupaten (UMK) yang dapat menjadi acuan beban perusahaan untuk membayar upah buruh.
Namun, masalah keuangan muncul ketika pemerintah tak membawa kenyamanan bagi para pengusaha. Di antaranya adalah kebijakan pajak dan impor.
“Menurut kami persoalan itu dari proses perizinan yang begitu panjang, adanya pungli, suku bunga yang tinggi, dan pajak industri yang terlalu besar,” tutur Roy.
Lebih dari itu, ia pun menilai bahwa pemerintah tak memberikan kontrol yang memihak pada pengusaha tentang masuknya barang TPT impor.
“Karena hanya pemerintah yang punya fungsi mengontrol impor,” ujar dia.
Senada dengan Roy, Hermawan, Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) 1992 Kota Bandung juga mengatakan kalau upah tidak menjadi masalah utama dalam urusan finansial perusahaan.
“Karena cost untuk industri pengusaha sudah ada takarannya dari pemerintah (UMK). Jadi (tudingan soal beban upah terlalu tinggi) sebetulnya itu hanya mengada-ada saja,” kata Hermawan dihubungi terpisah.
Sementara itu, berdasarkan data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat, 19 industri TPT di Jawa Barat selama 2018 gulung tikar lantaran tak sanggup menanggung biaya operasional.
Untuk mengakalinya, sejumlah empunya perusahaan merelokasi pabrik ke daerah yang memiliki Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) rendah, sal satunya adalah Garut. Ada juga yang rela memindahkan pabrik hingga ke luar Jawa Barat.
Di sisi lain, Kementerian Perindustrian menyebut perindustrian di Jawa Barat merupkan jantung industri nasional. Padalnya, 40 dari 74 kawasan industri ada di Jawa Barat.
Oleh karenanya, Hermawan meminta peranan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam memberikan iklim bisnis yang nyaman bagi pengusaha. (K34)