Bisnis.com, JAKARTA -- Persaingan produsen air minum dalam kemasan (AMDK) khususnya di wilayah Jabodetabek tengah ramai dengan kasus yang menyeret penguasa pasar PT Tirta Investama (terlapor I) dan distributornya, PT Balina Agung Perkasa (terlapor II).
Perkaranya tengah bergulir di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang terdaftar dengan nomor perkara No.22/KPPU-L/2016. Bagaimana sebenarnya asal-mula kasus Aqua vs. Le Minerale ini?
Dalam kasus ini produsen Aqua PT Tirta Investama diduga melanggar tiga pasal sekaligus, yaitu Pasal 15 ayat (3), Pasal 19 dan Pasal 25 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
“Aqua dituduh melarang outlet di Jabetabek untuk menjual produk Le Minerale. Hal itu tertuang dalam surat perjanjian yang harus disepakati oleh pedagang outlet. Pedagang ini yang ramai-ramai melapor ke KPPU,” ujar Direktur Penindakan KPPU Gopprera Panggabean.
Perkara ini bermula dari laporan para pedagang ritel maupun eceran ke Kantor KPPU pada September 2016. Pedagang mengaku dihalangi oleh pihak PT Tirta Investama untuk menjual produk Le Minerale yang diproduksi PT Tirta Fresindo Jaya (Mayora Group).
Salah satu klasul perjanjian ritel menyebutkan, apabila pedagang menjual produk Le Minerale maka statusnya akan diturunkan dari star outlet (SO) menjadi wholesaler(eceran).
Atas perbuatan itu, PT Tirta Fresindo Jaya ini melayangkan somasi terbuka terhadap PT Tirta Investama di surat kabar pada 1 Oktober 2017. Somasi ini selanjutnya ditanggapi oleh otoritas persaingan usaha. KPPU mengendus praktik persaingan usaha tidak sehat dalam industri AMDK.
Kantongi Bukti E-mail
Dari sidang-sidang diKPPU diketahui bahwa tim investigator setidaknya memiliki tiga bukti. Salah satu bukti yang dimiliki tim investigator yakni bukti komunikasi berupa e-mail.
Investigator mengaku menemukan komunikasi dua arah antara terlapor I dan II, yang saling dikirim melalui alamat e-mail kantor.
E-mail yang ditemukan tim investigator berjudul "Degradasi Star Outlet (SO) Menjadi Wholesaler." E-mail itu berisi sanksi yang diterapkan oleh terlapor II kepada pedagang SO
Bahkan, terlapor II disebut telah mengeksekusi sanksi tersebut kepada salah satu SO.
Menanggapi tuduhan itu kubu PT Tirta Investasma melalui kuasa hukumnya, Rikrik Rizkiyana dari kantor hukum Assegaf Hamzah & Partners, mengatakan Aqua berbisnis sesuai undang-undang.
Diakui memang ada hubungan antara perseroan dengan terlapor II berupa prinsipal dan ditributor. Namun, Aqua tidak pernah bersepakat menghambat kompetitor lain untuk bersaing di pasar yang sama.
Sistem distribusi Tirta Investasma menganut sistem jual putus kepada distributor, sehingga ketika perusahaan menjual produk ke distributor independen, proses setelahnya bukan menjadi domain Aqua.
Sementara itu kubu PT Balina Agung Perkasa, distributor Aqua, menganggap e-mailkantor juga dapat digunakan untuk kepentingan pribadi, sehingga bukti surat elektronik tentang klausul penurunan level pedagang merupakan pertanggungjawaban pribadi.
Kuasa hukum PT Balina Agung Perkasa Ketut Widya mengatakan tugasnya distributor adalah menjual produk, dan tidak seperti apa yang dituduhkan lewat temuan surat elektronik. Menurutnya, di perusahaan penggunaan e-mail kantor juga dapat dimungkinkan untuk kepentingan pribadi.
Terkait dengan degradasi grosir besar menjadi wholesaler, kata Ketut, akibat kesalahan internal, bukan karena menjual produk Le Minerale.
Perkara ini masih terus berlanjut. Terakhir, Senin (10/7/2017), adalah agenda mendengar saksi dari kubu PT Tirta Fresindo Jaya yang diwakili National Sales Manager PT Inbisco Niagatama Semesta Carol Mario Sampouw.
PT Inbisco Niagatama merupakan perusahaan yang mendistribusikan produk Mayora, termasuk Le Minerale.