Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Yosefat Wenardi Jatuh Bangun Kembangkan Usaha Gitar

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Itulah kira-kira peribahasa yang cocok disematkan kepada pria kelahiran Purwokerto bernama Yosefat Wenardi.

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Itulah kira-kira peribahasa yang cocok disematkan kepada pria kelahiran Purwokerto bernama Yosefat Wenardi. Pada 1970-an Wen, panggilan akrabnya sudah bergelut di dunia musik sejak menginjak sekolah dasar. Terlebih keluarganya merupakan pecinta musik. Wen kecil belajar gitar dari pamannya yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk musik. “Dalam bermusik saya banyak belajar dari keluarga. Mereka kebanyakan musisi semua mulai dari keroncong sampai pop,” katanya kepada Bisnis belum lama ini. Seiring waktu berjalan saat menginjak bangku SMA, Wen mendirikan sebuah band dengan temannya. Dia ingin menunjukan kepada orang bahwa dirinya mampu bermain musik. Namun, cita-cita bermusiknya sempat berhenti ketika ia melanjutkan kuliah di Jurusan Mesin di Kampus Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung pada 1983. Kehidupan Wen mulai berubah dan menjauhi bidang musik yang ia geluti sejak kecil. Wen waktu itu berbisnis sembari kuliah sehingga ia berhasil lulus pada 1995. Usai lulus dari kuliah, pria yang memiliki hobi jalan-jalan itu membuka bengkel mobil untuk beberapa tahun. Namun, lagi-lagi ia tidak merasa cocok dengan usaha yang dilakoninya. “Banyak usaha yang saya geluti setelah lulus dari kuliah. Tapi saya kok merasa tidak cocok bergelut di bisnis mobil, entah kenapa,” katanya. Pada 1999, pria yang kini memiliki dua orang anak itu pun mencoba usaha sebagai luthier atau pembuat gitar. Ia mengajak seorang luthier kawakan terkenal di Bandung, Ki Anong. Di situlah, Wen merasa kerasan dan sreg dengan usaha yang digelutinya. Modal awal yang dikeluarkannya menghabiskan Rp10 juta guna membeli bahan baku dan dan alat-alat lainnya. Wen dan Ki Anong mencoba memproduksi gitar yang dibuat secara manual. Wen mengaku dirinya pada waktu itu sama sekali tidak memiliki pengetahuan tentang pembuatan gitar. Ia berusaha terus belajar dari Ki Anong yang sudah piawai merancang gitar itu. Usaha yang dilakoni pria berusia 49 tahun itu sudah mulai mantap dan banyak pesanan dari berbagai daerah. Wen pun terus mengembangkannya dengan membuat produk-produk terbaru. Di sisi lain, pria yang murah senyum itu mencari terus referensi produk agar lebih baik lagi. Menginjak tahun 2000, Wen membuka workshop di Jl. Tanjung No 13 Bandung. Dia merasa dengan memiliki tempat khusus, usahanya pun bakal terus berkembang. Di situlah, pria yang mengagumi Krisye itu memberikan merek gitarnya dengan nama Secco. Produk gitar Secco buatan Wen dan Ki Anong semakin harum di kalangan pecinta gitar di Indonesia. Jenis gitar yang fokus diproduksinya mulai dari classic guitar, folk guitar, dreadnought style, double/triple O, travel guitar dan sesekali memproduksi biola. Harga gitar yang dijual produk Secco berkisar antara Rp400.000 sampai Rp3 juta. Tergantung jenis dan bahan yang diproduksi. Ciri khas dari gitar Secco ini memiliki keunikan tersendiri terutama produksinya yang terbatas. Melihat usahanya semakin berkembang, Wen pun memutuskan untuk mengambil langkahnya di bidang gitar. Dia rela menjual kedua mobilnya untuk pengembangan modal usahanya itu. Beruntung, keluarganya pun mendukung penuh langkah yang diambilnya. Ia mengaku konsekwensinya di usaha yang digelutinya harus benar-benar diambil. “Setelah serius, usaha yang saya geluti ini kira-kira menghabiskan Rp500 juta, daru mulai hasil kontrakan dan menjual kedua mobil yang saya miliki,” katanya. Pada 2006, Ki Anong yang sekaligus menjadi gurunya itu mengundurkan diri dari Secco. Wen mengaku merasa sedih sejak keluarnya sang panutan luthier itu. Alasannya sederhana, Ki Anong tidak betah diam di satu tempat. Namun, Wen tak patah arang. Pria gigih itu tak ciut sama sekali meskipun sang ahli pembuat gitar di Bandung itu meninggalkannya. Justru, di situlah Wen lebih serius menjalani usahanya. Perjalanan usaha gitar yang dilakoni Wen mulai mengalami perubahan yang cukup penting. Sepeninggal Ki Anong, Wen mencoba untuk meningkatkan kualitas produks gitarnya menjadi lebih baik dan berkualitas. Produk gitar Secco yang dihasilkannya mulai dibatasi. Bahan bakunya pun diperhatikan sebaik mungkin. Sehingga harga yang ditawarkan cukup tinggi. “Saat itu saya sudah tidak memproduksi gitar secara komersil. Saya lebih fokus pada pembuatan gitar berkualitas tinggi,” katanya. Apa yang dilakukan Wen, sebagai pengusaha gitar memang layak diperhitungkan. Dengan menonjolkan kualitas, gitar Secco yang dijualnya bukan sembarang gitar ecek-ecek. Wen menuturkan harga gitar yang diproduksinya kini berkisar Rp3 juta hingga Rp25 juta, tentunya dengan kualitas nomor wahid yang ditawarkan ke pasar. Dengan keseriusan itulah, pada 2010 Wen sengaja belajar langsung dari luthier dari Spanyol dan Kanada. Ia ingin melihat langsung bagaimana sentra-sentra gitar dunia ini memproduksi gitar yang berkualitas. “Saya sangat tertarik ketika melihat langsung pembuatan gitar di Madrid. Di sana gitar sudah menjadi sebuah kebudayaan. Hampir setiap rumah, mereka serius memproduksi gitar,” katanya. Sepulang dari Eropa, semangat Wen terus terpacu untuk memproduksi gitar-gitar berkualitas. Pada 2011 beberapa jenis gitar produk Secco mulai di pamerankan di Singapura. Hasilnya? “Sambutan positif saat gitar produksi saya di pamerankan. Saya jadi banyak kenalan sesama luthier,” katanya. Gitar Secco yang diproduksi Wen dan keempat karyawannya memang dibuat secara home made. Namun, jika dilihat dari segi kualitas, nama Secco tak kalah dibandingkan dengan produksi industri sekali pun. Seiring bertambahnya wawasan di bidang gitar, bahan baku gitar Secco yang digunakan diambil dari bahan impor seperti African black wood, snake wood dan zebra wood. Menurut Wen, kualitas dari bahan kayu tersebut sangat cocok untuk menghasilkan suara yang bagus, kuat dan memiliki karakter tertentu. Namun, Wen pun tak lupa menggunakan bahan lokal dari Indonesia seperti Indonesian rose wood, mahogany dan Makasar ebony yang juga tak kalah bagusnya dari bahan luar negeri. Wen mengaku, sejak ia mulai membatasi produksinya, dalam sebulan dia hanya mampu menghasilkan gitar sekitar 10 buah. Hal tersebut dilakukannya dengan teliti pada setiap gitarnya. “Sebetulnya kalau sesuai teori membuat gitar itu menghabiskan selama 150 jam. Namun, kalau dilakukan oleh banyak orang sesuai desk masing-masing bisa sampai 50 jam per gitarnya,” katanya. Meski demikian, gitar Secco yang diproduksinya merupakan sebuah hobi yang dilakoninya. Wen mengaku mendirikan Secco bukan hanya mencari keuntungan semata tapi ia ingin menghidupkan produksi gitar dalam negeri yang tak kalah bagus dari produk luar. (k5/ajz)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Newswire
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper