Suhervandri [caption id="attachment_35538" align="alignleft" width="144" caption="dok. pribadi"][/caption] Tentu berbanggalah kita ketika film Opera Jawa garapan sutradara beken Garin Nugroho meraih penghargaan Film Asia Terbaik di ajang Festival Film International di Singapura pada 2007. Apalagi sebelumnya, film ini juga menerima berbagai macam penghargaan di benua Eropa. Nah, Giras Basuwondo sedikit banyaknya punya andil atas keberhasilan film tersebut. Putera pertama seniman Butet Kartaradjasa itu dipercaya sebagai location manager selama penggarapan film itu. Kejelian dia memilih dan menentukan lokasi syuting, menjadikan film ini bisa menampilkan hamparan pemandangan dan tempat-tempat yang menonjolkan kecantikan Indonesia. “Itu pengalaman pertama saya terlibat dalam pembuatan film layar lebar. Sempat dilanda stres dan panik juga. Tapi saya bekerja dengan orang-orang yang professional dan ahli di bidangnya. Saya banyak mendapat pengalaman dan pembelajaran dari mereka,” ujarnya dengan logat Jawa yang kental. Awalnya, Giras hanya magang dan menjadi production assistant pada produksi film Opera Jawa. “Saya diperkenalkan kepada Garin Nugroho oleh ayah. Waktu itu saya masih kuliah di Broadcast of MMTC Yogyakarta. Salah satu syarat lulusnya adalah kerja praktek. Kebetulan Garin Nugroho mau memproduksi film di wilayah Yogyakarta dan Surakarta. Akhirnya saya kerja praktek dalam pembuatan film ini. Karena ada potensi, saya ditunjuk menjadi manajer lokasi dalam pembuatan film Opera Jawa,” ujarnya. Pemain bola Awalnya, Giras sempat memutuskan untuk menjadi seorang pemain bola. Dia ikut pertandingan sepak bola Yogyakarta lawan Jawa Tengah. Namun, Giras merupakan seorang yang selalu meminta nasihat orang tua sebelum mengambil keputusan. “Kata Ayah, bermain sepak bola di Indonesia itu risiko kaki patahnya besar, tapi penghasilannya pas-pasan,” ujarnya. Sewaktu SMA, Giras sudah mantap untuk mengikuti jejak ayahnya, berkecimpung di dunia seni. Dia sempat memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Namun, lagi-lagi Giras lebih memilih pendapat ayahnya untuk kuliah di Yogyakarta Saja. “Menurut Ayah, akar seni dan kebudayaan akan lebih tumbuh di Yogyakarta dibandingkan Jakarta. Banyak pelajaran kesenian yang bisa diambil di Yogya,” ucapnya mengenang. Akhirnya Giras memutuskan untuk melanjutkan pendidikan di Broadcast of MMTC Yogyakarta. Tamat dari sana, dia berkonsentrasi mengelola rumah produksi Running Pictures. “Ini production house yang saya miliki bersama Ayah. Rumah produksi ini bergerak di bidang produksi film, pendokumentasian teater, maupun pertunjukan. Kadang-kadang memproduksi acara televisi dan iklan dalam skala lokal atau nasional,” ucapnya. Giras mengaku 25% jiwa seninya mengalir dari sang ayah, 25% dari ibu dan 50% dari university of life alias pengalaman hidup. ”Ayah selalu berpesan untuk terus belajar dan tidak mudah puas dengan yang sudah diapat. Pengalaman hidup itu akan menjadi guru nantinya.” Dari kecil, Giras memang sudah memperlihatkan ketertarikan di dunia kesenian. Dia gemar menonton teater, pertunjukan tari, dan menonton film. Ketertarikan pada seni tumbuh dalam dirinya karena dia dibesarkan di keluarga yang mencintai kesenian pula. Kakeknya, Bagong Kussudiarja yang seorang penari kontemporer serta pelukis, dan ayahnya Butet seorang pemain film serta teater yang dikenal masyarakat membuat rasa cintanya terhadap dunia seni tumbuh. “Mungkin kalau dalam pepatah, mungkin yang cocok bagi saya adalah pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonya,” ucapnya. (asm)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
3 jam yang lalu
Target Harga ACES Jelang Rebranding Merek Baru
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
2 jam yang lalu
Penyelamat Waktu Itu Bernama Cipali
5 jam yang lalu