Bisnis.com, CIREBON - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan dini terkait potensi banjir pesisir atau rob yang diperkirakan melanda wilayah pesisir utara Jawa Barat, termasuk Kota dan Kabupaten Cirebon, mulai Kamis (14/8/2025) hingga Selasa (19/8/2025).
Berdasarkan informasi, fenomena ini dipicu oleh terjadinya pasang maksimum air laut yang bertepatan dengan fase perigee, posisi bulan berada paling dekat dengan bumi, sehingga meningkatkan ketinggian pasang air laut.
BMKG memperkirakan dampak banjir rob akan terasa terutama pada pukul 15.00–19.00 WIB di sejumlah titik rawan, sehingga masyarakat diimbau untuk waspada dan mengambil langkah antisipasi.
Wilayah yang Berpotensi Terdampak
Berdasarkan informasi resmi BMKG, beberapa daerah di pesisir utara Kota dan Kabupaten yakni, Kabupaten Cirebon meliputi wilayah Losari, Mundu, dan Gebang, sedangkan Kota Cirebon terdiri dari Kecamatan Lemahwungkuk dan Kejaksan.
Di wilayah-wilayah tersebut, air laut yang meluap berpotensi menggenangi permukiman warga, fasilitas umum, area pelabuhan, hingga jalan raya di pesisir.
"Fenomena ini dapat mengganggu aktivitas keseharian masyarakat, termasuk transportasi, kegiatan bongkar muat di pelabuhan, aktivitas nelayan, serta perikanan darat,” tulis BMKG dalam keterangannya.
Banjir rob kerap menjadi persoalan rutin bagi wilayah pesisir utara Jawa Barat, terutama saat musim pasang tinggi. Air laut yang meluap ke daratan tidak hanya membasahi jalan, tetapi juga dapat merendam rumah warga hingga mencapai ketinggian puluhan sentimeter.
Selain itu, aktivitas ekonomi di sekitar pelabuhan sering terganggu karena genangan air menghambat akses keluar-masuk kendaraan, termasuk truk angkutan barang. Para nelayan juga terpaksa menunda melaut demi menghindari risiko kerusakan perahu atau terjebak ombak besar saat pasang maksimum.
Bagi sektor perikanan darat, air laut yang masuk ke tambak dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas hasil budidaya. Air yang terlalu asin atau bercampur lumpur bisa merusak ekosistem ikan dan udang, sehingga mengakibatkan kerugian bagi petambak.
BMKG mengajak seluruh warga pesisir, khususnya yang berada di zona rawan banjir rob, untuk meningkatkan kewaspadaan.
Beberapa langkah antisipasi yang dianjurkan antara lain meningkatkan kewaspadaan terhadap perubahan cuaca dan kondisi air laut dengan rutin memantau informasi cuaca serta pasang surut melalui media resmi BMKG maupun pos pengamatan setempat.
Warga juga diimbau menghindari aktivitas di daerah pesisir saat pasang tinggi, termasuk bagi nelayan, pejalan kaki, dan pengendara agar tidak berada terlalu dekat dengan bibir pantai pada jam-jam rawan.
Selain itu, sistem drainase perlu dipastikan berfungsi dengan baik dengan membersihkan saluran air di sekitar rumah dan jalan, sehingga genangan dapat cepat surut. Masyarakat diminta untuk senantiasa mengikuti informasi dan peringatan dini dari BMKG yang dapat diakses melalui situs resmi, media sosial, atau dengan menghubungi pihak BMKG setempat.
BMKG menjelaskan, fenomena pasang maksimum kali ini dipengaruhi oleh fase perigee, yaitu kondisi ketika jarak bulan ke bumi berada pada titik terdekat. Pada momen ini, gaya tarik bulan terhadap air laut lebih kuat, sehingga menyebabkan permukaan laut naik lebih tinggi dari biasanya.
Ketika pasang maksimum bersamaan dengan kondisi cuaca tertentu, seperti angin kencang dari laut, maka risiko terjadinya banjir rob semakin besar. Wilayah pesisir yang datar dan rendah akan lebih rentan tergenang, bahkan meski tidak ada hujan sama sekali.
Pemerintah desa dan kelurahan di daerah rawan juga disarankan memetakan titik-titik kritis, menyiapkan jalur evakuasi, dan menyediakan peralatan darurat seperti pompa air, perahu karet, serta logistik dasar.
BMKG menegaskan bahwa meski banjir rob umumnya bersifat sementara dan surut mengikuti pasang laut, dampaknya tetap bisa signifikan jika terjadi bersamaan dengan curah hujan tinggi atau badai. “Kesigapan warga menjadi faktor penting agar potensi kerugian bisa ditekan,” ujar pernyataan resmi BMKG.