Bisnis.com, CIREBON- Koperasi Desa Merah Putih di Kabupaten Cirebon diminta memiliki komitmen tegas untuk melawan maraknya praktik pinjaman online ilegal (pinjol) dan rentenir lapangan, yang secara lokal dikenal dengan sebutan Bank Emok.
Praktik tersebut dinilai semakin mengkhawatirkan karena membebani masyarakat kecil dengan bunga yang mencekik dan tanpa pengawasan resmi dari otoritas keuangan negara.
Ketua Dewan Koperasi Indonesia Daerah (Dekopinda) Kabupaten Cirebon, Pandi mengatakan, praktik Bank Emok tumbuh subur di berbagai desa dan mengancam fungsi koperasi sejati sebagai lembaga ekonomi kerakyatan.
"Koperasi, terutama Kopdes Merah Putih yang digagas pemerintah harus menjadi garda depan untuk menyelamatkan masyarakat dari jeratan pinjaman berbunga tinggi,” kata Pandi, Kamis (7/8/2025).
Menurut Pandi, praktik Bank Emok telah berlangsung lama dan jumlahnya kini sulit dikendalikan.
Ironisnya, meskipun bunga yang dipatok sangat tinggi, mulai dari 5 hingga 10% per bulan, hal itu jauh di atas batas maksimal bunga koperasi sebesar 2% per bulan sebagaimana diatur dalam Permenkop Nomor 8 Tahun 2003.
Baca Juga
“Ini dilema besar. Di satu sisi, masyarakat tahu bunga pinjamannya tinggi. Tapi karena prosesnya cepat, tidak pakai jaminan, tidak ada akad dan birokrasi, mereka tetap ambil. Ini menunjukkan bahwa ekonomi masyarakat kita masih lemah dan sangat tergantung pada akses uang cepat, meskipun mahal,” ujar Pandi.
Ia menegaskan, situasi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Diperlukan peran aktif pemerintah desa bersama koperasi lokal untuk memberikan solusi konkret berupa layanan keuangan yang murah, cepat, dan sesuai regulasi.
Lebih jauh, Pandi menjelaskan, pengawasan terhadap praktik keuangan di desa harus memperhatikan skema operasional koperasi. Berdasarkan prinsip koperasi, terdapat dua model operasional open loop dan closed loop.
Model open loop, kata dia, melibatkan layanan keuangan untuk masyarakat luas di luar keanggotaan koperasi. Skema ini harus diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Sementara kalau closed loop, koperasi hanya melayani anggota yang punya simpanan pokok dan simpanan wajib. Ini pengawasannya oleh dinas koperasi. Jangan sampai Kopdes Merah Putih beroperasi seperti rentenir tapi berlindung di balik bendera koperasi,” tegasnya.
Pandi menyebut, pihaknya telah menemukan sejumlah koperasi yang menyimpang dari prinsip dasar koperasi, dengan dalih membantu masyarakat.
Padahal, praktik itu justru mendekati pola bisnis rentenir yang tidak sehat. “Ini yang sedang kami tertibkan. Koperasi harus sesuai azas. Kalau tidak, lebih baik dibubarkan,” katanya.
Ia juga mendorong agar pemerintah daerah dan OJK melakukan langkah preventif dan edukasi menyeluruh kepada masyarakat desa terkait bahaya pinjaman berbunga tinggi.
“Kalau tidak ada pendidikan keuangan, masyarakat akan terus jadi korban. Bayangkan, bunga 10% per bulan itu berarti 120% per tahun. Ini jauh lebih gila dari pinjol ilegal,” ujar Pandi.
Di sisi lain, Pandi juga menyentil lemahnya daya saing koperasi di desa, yang menyebabkan masyarakat beralih ke rentenir lapangan.
Menurutnya, koperasi harus meningkatkan layanan, mempercepat proses pencairan pinjaman, dan memangkas birokrasi internal.
Pandi mengajak semua pihak, mulai dari desa, dinas koperasi, hingga aparat penegak hukum untuk bersinergi dalam menindak praktik keuangan ilegal. “Jangan biarkan desa kita dijajah rentenir. Koperasi harus jadi alat perlawanan ekonomi rakyat,” pungkasnya.