Bisnis.com, CIREBON - Realisasi investasi di Kabupaten Cirebon hingga triwulan I/2025 baru mencapai Rp878,3 miliar atau 24,81% dari target provinsi yang dipatok sebesar Rp3,54 triliun.
Capaian ini memunculkan kekhawatiran mengenai daya saing daerah dalam menarik investasi, terutama di tengah kompetisi antarwilayah yang kian ketat.
Dari total capaian tersebut, investasi asing (PMA) menyumbang Rp347,58 miliar, sementara investasi dalam negeri (PMDN) mendominasi dengan Rp530,73 miliar.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Cirebon Dede Sudiono mengakui capaian tersebut masih jauh dari harapan. Ia menyebutkan ada sejumlah faktor struktural dan regulasi yang menghambat percepatan realisasi investasi.
“Capaian kita di triwulan pertama masih 24,81 persen. Ini sinyal bahwa kita belum benar-benar pulih dan belum optimal dalam menarik maupun menjaga minat investor. Ada PR besar dalam hal perizinan, infrastruktur, serta kepastian hukum dan kemudahan usaha di daerah,” kata Dede di Gedung Setda Kabupaten Cirebon, Kamis (12/6/2025).
Menurut Dede, salah satu tantangan utama adalah belum optimalnya reformasi birokrasi dan digitalisasi layanan investasi. Meski sistem online single submission (OSS) sudah digunakan, banyak investor, terutama dari sektor UMKM dan skala menengah, masih menghadapi hambatan teknis maupun komunikasi.
Baca Juga
Selain itu, kondisi infrastruktur dasar seperti jalan menuju kawasan industri, pasokan energi, hingga konektivitas digital juga menjadi sorotan investor. Beberapa kawasan yang sebelumnya dijanjikan akan dibuka sebagai pusat industri justru belum terealisasi secara maksimal.
“Di atas kertas kita punya kawasan industri. Tapi coba lihat di lapangan, banyak yang belum siap. Investor yang sudah masuk pun kesulitan untuk ekspansi karena masalah lahan, akses, dan utilitas,” ujar Dede.
Dede menambahkan, pencapaian investasi tidak bisa dibebankan sepenuhnya pada DPMPTSP. Ia menyoroti pentingnya sinergi antarlembaga serta komitmen pemerintah daerah dalam menciptakan iklim yang pro-investasi.
“Kalau satu pihak menarik investor tapi pihak lain membuat kebijakan yang membingungkan atau menghambat, ya tidak akan berhasil. Koordinasi dan harmonisasi regulasi harus diperkuat,” katanya.
Ia juga menyebut pentingnya kejelasan tata ruang dan kepastian hukum bagi investor. Banyak pelaku usaha, kata dia, masih bingung karena belum sinkronnya peta rencana detail tata ruang (RDTR) dengan potensi investasi.
Sementara itu, beberapa kalangan menilai bahwa target Rp3,54 triliun yang ditetapkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk Kabupaten Cirebon terkesan ambisius. Mengingat kondisi makro ekonomi yang masih menantang dan tingkat realisasi tahun-tahun sebelumnya yang juga belum menyentuh angka optimal.
Namun Dede menilai target itu tetap realistis jika ada perbaikan signifikan di lapangan. “Angka itu bisa dicapai, tapi harus ada perbaikan mendasar. Kalau semua pihak bekerja keras dan cepat merespons kebutuhan investor, maka Cirebon punya potensi besar,” ujarnya.
Menutup pernyataannya, Dede mendorong agar Kabupaten Cirebon fokus pada sektor-sektor investasi yang berdampak langsung terhadap perekonomian lokal, seperti pengolahan hasil pertanian, logistik, serta industri kreatif dan pariwisata.
“Jangan selalu berharap pada investasi besar dari luar negeri. PMDN juga penting, apalagi yang berbasis potensi lokal. Kita harus lebih aktif mendampingi pelaku usaha lokal agar naik kelas,” katanya.