Bisnis.com, INDRAMAYU - Pemerintah Kabupaten Indramayu mengambil langkah progresif dengan mengalokasikan 31 titik demplot pertanian di seluruh kecamatan yang tersebar di wilayahnya.
Langkah ini memanfaatkan aset lahan milik Badan Penyuluh Pertanian (BPP) yang sebelumnya belum diberdayakan secara optimal.
Wakil Bupati Indramayu Syaefudin menyatakan pendirian demplot di 31 kecamatan merupakan bentuk konkret komitmen daerah dalam memperkuat ketahanan pangan serta mendorong inovasi pertanian dari tingkat tapak.
Menurutnya, kehadiran demplot akan menjadi sarana penting untuk pelatihan, penelitian, hingga uji coba teknologi pertanian terbaru.
“Selama ini kita kekurangan lahan percontohan padahal lahannya ada. Maka, mulai tahun ini kita manfaatkan lahan BPP sebagai pusat pembelajaran pertanian berbasis praktik langsung,” ujarnya, Kamis (15/5/2025).
Syaefudin menambahkan, demplot bukan hanya fasilitas teknis, melainkan bagian dari strategi membangun kepercayaan petani terhadap metode baru yang dikembangkan pemerintah.
Baca Juga
Kebijakan ini juga merespons aspirasi dari Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indramayu yang menilai perlunya infrastruktur lapangan yang bisa dimanfaatkan untuk pengujian dan sosialisasi varietas unggul maupun teknik budidaya baru.
"Kalau petani melihat hasil nyata dari demplot, mereka akan lebih yakin untuk mengikuti pendekatan tersebut di lahan masing-masing," katanya.
Namun, di sisi lain, kondisi berbeda justru terjadi di Kabupaten Cirebon. Para petani di wilayah ini masih menghadapi kesulitan dalam mendapatkan lahan untuk keperluan demplot, meskipun sudah mengajukan permohonan resmi kepada pemerintah daerah sejak akhir 2023.
Usman Effendi, Ketua Dewan Pakar Pertanian Cirebon sekaligus pelaku pertanian aktif, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengirim surat permohonan penyewaan lahan ke Dinas Pertanian dan BPP setempat, namun belum mendapat respons positif hingga saat ini.
“Sudah hampir satu tahun sejak kami ajukan, tapi belum ada jawaban. Kami siap sewa secara resmi dan mengikuti semua prosedur, tapi sepertinya birokrasi terlalu lamban,” ujarnya.
Dalam permohonan yang diajukan oleh Dewan Pakar Pertanian Cirebon (DPPC), mereka mengusulkan penggunaan lahan seluas 22,5 hektare yang tersebar di dua lokasi: 8 hektare di Desa Wargabinangun dan 12,5 hektare di Desa Guwa Kidul.
Lahan tersebut rencananya akan dimanfaatkan untuk pengujian padi hasil persilangan yang lebih tahan terhadap perubahan iklim dan serangan hama.
Usman menegaskan, riset lapangan oleh komunitas petani adalah bagian penting dalam mendorong swasembada benih dan mengurangi ketergantungan pada distribusi varietas dari pusat.
Ia juga menyayangkan kurangnya kemitraan antara pemerintah daerah dan komunitas petani yang memiliki kapasitas teknis untuk melakukan riset secara mandiri.
"Kalau petani hanya disuruh menanam bibit bantuan tiap musim tanpa dilibatkan dalam inovasi, maka kita sedang menyiapkan generasi petani yang pasif,” katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Kabupaten Cirebon memiliki lebih dari 52.000 hektare lahan sawah. Namun hanya sebagian kecil yang dibuka untuk keperluan penelitian atau pengembangan teknologi pertanian. Mayoritas lahan dikuasai untuk produksi komersial dan tidak tersedia untuk uji coba.
Alih fungsi lahan menjadi faktor lain yang memperburuk situasi. Dalam lima tahun terakhir, konversi lahan pertanian ke kawasan industri dan perumahan berlangsung masif, mengurangi ruang eksplorasi dan inovasi di sektor pertanian.
“Seharusnya ada prioritas untuk kegiatan yang jelas orientasinya, seperti pengembangan varietas lokal. Kalau lahan BPP bisa dipakai untuk pelatihan, kenapa tidak bisa untuk demplot?” tambah Usman.
Perbedaan pendekatan antara Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Cirebon ini menunjukkan bagaimana kebijakan lokal sangat menentukan laju inovasi di sektor pertanian.
Indramayu memilih strategi proaktif dengan memaksimalkan aset pemerintah, sementara Cirebon masih berkutat dengan problem klasik akses dan birokrasi.
Usman berharap ke depan ada keterbukaan dan keseriusan dari pemerintah daerah untuk mendukung kegiatan produktif petani. “Kami tidak minta subsidi, cukup diberi ruang untuk bekerja dan menciptakan inovasi dari bawah. Itu sudah cukup untuk memperkuat pertanian kita,” pungkasnya.