Bisnis.com, CIREBON - Pemerintah Kabupaten Cirebon tengah menjalankan proses merger dua Bank Perkreditan Rakyat (BPR) milik daerah, yakni Bank Kredit Cirebon (BKC) dan Bank Cirebon Jabar (BCJ).
Langkah ini merupakan implementasi dari amanat Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang mengharuskan satu Kuasa Pemilik Modal (KPM) hanya memiliki satu lembaga keuangan.
Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam (SDA) Kabupaten Cirebon Dadang Priyono mengungkapkan merger ini bukan disebabkan oleh kondisi keuangan bank, melainkan sebagai kewajiban yang telah diatur dalam regulasi nasional.
“Merger ini bukan karena BPR kita dalam kondisi tidak sehat, melainkan karena amanat undang-undang yang mengatur bahwa satu pemerintah daerah hanya boleh memiliki satu BPR. Jadi, bukan hanya bank, tetapi juga koperasi simpan pinjam dan lembaga keuangan lain yang harus melakukan konsolidasi,” ujar Dadang, Selasa (25/2/2025).
Saat ini, proses merger kedua BPR tersebut masih dalam tahap kajian dan supervisi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Bank Indonesia (BI). Proses ini tidak hanya melibatkan aspek administratif dan regulasi, tetapi juga aspek teknis yang mencakup penyatuan sistem, sumber daya manusia, dan budaya kerja dari dua lembaga yang memiliki karakteristik berbeda.
“Kami menghadapi tantangan dalam menggabungkan dua sistem yang berbeda, baik dari segi teknologi perbankan maupun budaya kerja di dalamnya. Namun, dengan bimbingan OJK dan BI, kami optimistis proses ini bisa berjalan lancar,” tambahnya.
Baca Juga
Selain itu, aspek kepemilikan saham juga menjadi perhatian utama dalam proses merger ini. Saat ini, BKC sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Cirebon, sementara BCJ dimiliki oleh Pemkab Cirebon sebesar 55% dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat sebesar 45%.
Keputusan terkait kepemilikan pasca-merger akan ditentukan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
“Masih ada beberapa skenario yang kami kaji, apakah Pemkab Cirebon akan membeli 45% saham yang dimiliki oleh Pemprov Jabar atau akan ada keputusan lain dalam RUPS nanti. Yang jelas, keputusan ini akan diambil dengan mempertimbangkan kepentingan daerah dan keberlanjutan operasional bank hasil merger nantinya,” jelas Dadang.
Dengan merger ini, diharapkan entitas baru yang terbentuk dapat memiliki aset lebih besar dan daya saing lebih tinggi di industri perbankan daerah.
Saat ini, kedua BPR tersebut memiliki aset yang terpisah, tetapi setelah merger, nilai aset diperkirakan akan melebihi Rp1 triliun.
Dadang menjelaskan, penggabungan ini akan menciptakan BPR yang lebih kuat, efisien, dan memiliki skala ekonomi lebih besar, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, terutama pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Dengan aset yang lebih besar dan sistem yang lebih solid, kami berharap bank hasil merger ini dapat memberikan layanan perbankan yang lebih baik kepada masyarakat, terutama dalam hal kredit bagi UMKM. Selain itu, efisiensi operasional juga akan meningkat,” paparnya.
Selain itu, penggabungan ini juga diproyeksikan dapat meningkatkan kemampuan permodalan dan ekspansi usaha, sehingga bank hasil merger bisa memiliki jangkauan layanan lebih luas dan menghadirkan berbagai produk keuangan yang lebih inovatif.
Merger ini ditargetkan selesai paling lambat pada tahun 2027, sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2023.
“Kami berharap proses ini bisa berjalan lebih cepat, tetapi tentu saja harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Kami ingin memastikan bahwa tidak ada kendala hukum maupun teknis yang dapat menghambat operasional bank hasil merger nantinya,” tegas Dadang.