Bisnis.com, SUMEDANG -- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menjelaskan filosofi pembangunan Menara Kujang Sapasang di Desa Jemah, Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang merupakan gagasan spontan saat dirinya berapa di Panenjoan.
"Saat itu saya melihat keindahan Jatigede, tapi tidak ada yang mengunjungi, sehingga akhirnya lahir gagasan untuk membuat sesuatu yang vertikal [menara] yang bisa menjadi ikon," jelasnya saat meresmikan Menara Kujang Sapasang, Minggu (13/8/2023).
Menurutnya, Jawa Barat memang menjadi daerah dengan aliran air terbanyak di Indonesia. Sehingga, ia menilai bendungan di Jawa Barat bukan hanya berfungsi sebagai fungsi ekologis, tapi juga fungsi sosial di dalamnya.
"Makanya saya tata setiap bendungan di Jawa Barat, sehingga menjadi pusat perekonomian juga, karena ada wisatawan di sana," jelasnya.
Akhirnya, setelah menunggu lima tahun, menara Kujang Sapasang ini diresmikan di penghujung masa jabatan dirinya sebagai orang nomor 1 di Jawa Barat ini.
"Saya menunggu ini 5 tahun, ini sebuah pencapaian bahwa Allah memberikan anugerah kepada manusia sebuah imajinasi dan kemauan, imajinasi tanpa kemauan akan menjadi gambar tanpa makna, tapi sebaliknya, saat imajinasi dibarengi kemauan, akan menjadi perubahan," jelasnya.
Ia menjelaskan, filosofi Kujang Sapasang setinggi 99 meter, dengan komposisi dua kujang berposisi sejajar lebih atas dari dua kujang lainnya yang ditaruh lebih rendah menjadi tanda bahwa dalam budaya sunda, keluarga menjadi hal yang sangat penting.
"Sepasang kujang yang lebih atas itu adalah pasangan yang bisa dikatakan seperti keluarga, dua itu orang tua, dan dua lainnya adalah anak," jelasnya.
Belum lagi, di sebrang menara adanya mesjid yang juga merupakan simbol agama yang artinya menjadi dua pondasi agama dan budaya yang dihubungkan dengan teknologi berupa jembatan.
"Karena jembatan ini kan dibangun dengan teknologi, sehingga ini jadi segitiga yang tak terpisahkan," jelasnya.
Ia pun menitipkan kepada Pemerintah Kabupaten Sumedang untuk memelihara monumen budaya sunda ini agar menjadi mercusuar budaya yang bisa dinikmati setiap generasi.
"Saya titip, kelola area ini, karena saya yang juga sebagai arsitek suka gatel kalau lihat tidak terkelola, jadi bisa dikelola dengan perda sebagai payung hukum," jelasnya.