Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beras Berkontribusi bagi Kemiskinan di Jabar, HKTI: Kebijakan Pemerintah Masih Parsial

Pemerintah diminta untuk mengintegrasikan kebijakan untuk mewujudkan harga beras yang layak, baik di tingkat petani, pedagang hingga pembeli.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis

Bisnis.com, SUMEDANG -- Pemerintah diminta untuk mengintegrasikan kebijakan untuk mewujudkan harga beras yang layak, baik di tingkat petani, pedagang hingga pembeli.

Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi harga beras yang menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) menjadi kontributor nomor wahid untuk kemiskinan di Jawa Barat. 

Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Barat Entang Sastraatmadja mengatakan, memang urusan beras ini menjadi urusan yang kompleks. Namun Entang berani menyimpulkan bahwa urusan beras yang menjadi komoditas utama yang dikonsumsi masyarakat ini belum ditangani secara komprehensif. 

"Urusan beras ini memang tidak mudah, tapi Presiden [Joko Widodo] sudah meminta agar harga beras ini layak, baik di tingkat petani, pedagang hingga masyarakat sebagai pembeli," ungkap Entang kepada Bisnis, Senin (24/7/2023). 

Dari sengkarut tata kelola beras ini, Entang merangkumnya menjadi dua permasalahan pokok. Yang pertama adalah soal kebijakan yang tidak terintegrasi hingga permasalahan ruang pertanian yang terus menyusut. 

Untuk masalah kebijakan, Entang menjelaskan, data BPS soal inflasi hingga Garis Kemiskinan di Jawa Barat yang menempatkan beras sebagai komoditas yang berkontribusi terhadap perekonomian masyarakat, membuktikan bahwa pemerintah dari tingkat kementerian hingga pemerintah daerah tidak mampu menafsirkan titah presiden untuk ketahanan pangan, khususnya sektor beras. 

"Seharusnya pembantu presiden [menteri] bisa menafsirkan ini, misal, untuk urusan peningkatan produksi, oleh Kementerian Pertanian, untuk urusan kelaikan harga bisa di Kementerian Perdagangan dan Badan Pangan Nasional," jelasnya. 

Ia menilai, pemerintah jangan hanya hobi membuat surat edaran saja. Ia melihat belum ada kebijakan yang benar-benar tepat untuk keberlanjutan ekosistem pertanian ini. 

Inkonsisten pemerintah ungkap Entang, sudah tergambar sejak dalam perubahan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang banyak merubah ruang pertanian menjadi ruang industri dan properti. 

"Kita bisa lihat di sini, kebijakannya memang belum mengarah ke sana [ketahanan pangan]," jelasnya. 

Belum lagi urusan fiskal, pemerintah masih belum optimal dalam menstimulasi pertumbuhan produksi beras dari tingkat petani hingga intervensi harga di pasaran saat harga beras melejit. 

"Kebijakan anggaran pun belum optimal, jadi apa yang terjadi di masyarakat selalu mengambing hitamkan beras, padahal ini imbas dari kegagalan perencanaan, pemerintah masih hobi menjadi pemadam kebakaran," jelasnya. 

Ke depan, ia mengajak pemerintah untuk menyinkronisasikan kebijakan jika memang ingin mengembalikan Jawa Barat sebagai lumbung padi.

"Dari kementerian hingga pemerintah daerah harus mengintegrasikan kebijakan," imbuhnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dea Andriyawan
Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper