Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perjalanan Panjang Kopi Asal Subang Hingga Jadi Komoditas Andalan Pasar Ekspor

Perkebunan kopi di Kabupaten Subang salah satunya berada di Kampung Bukanagara, Desa Cupunagara, Kecamatan Cisalak.
Kopi Subang
Kopi Subang

Bisnis.com, SUBANG - Kabupaten Subang merupakan salah satu daerah penghasil kopi terbaik. Bahkan, kopi asal wilayah ini sudah membanjiri pasar Timur Tengah.

Perkebunan kopi di kabupaten ini salah satunya berada di Kampung Bukanagara, Desa Cupunagara, Kecamatan Cisalak.

Beruntung, di wilayah ini juga ada lembaga koperasi yang menjadi produsen kopi. Sehingga, produk perkebunan rakyat di wilayah itu bisa go international. 

Ketua Koperasi Gunung Luhur Berkah (GBL) Subang, Miftahudin Shaf pernah bercerita jika kampung ini dulunya bukan perkebunan kopi seperti saat ini. Menurut ceritanya, sebelum tahun 2013 di kawasan Cisalak ini sering terjadi kasus illegal logging.

"Ada cerita panjang sebelum kampung ini menjadi wilayah pengekspor kopi ke mancanegara seperti sekarang ini," ujar Miftahudin, belum lama ini. 

Dia bercerita, sejak dulu mata pencaharian warga setempat adalah bercocok tanam di lahan milik Perhutani. Ada cerita panjang mengenai perubahan kebiasaan dan mindset atau pola pikir warga di wilayah tersebut hingga Kampung Bukanagara ini menjelma jadi salah satu wilayah sentra kopi. 

"Saat itu warga turut menggarap lahan Perhutani, dengan cara menanam pepohonan. Setelah besar, pohonnya lantas ditebang dan dijual," ujar Miftahudin.

Namun, perubahan itu terjadi atau sejak terbit UU Kehutanan. Halmana, dengan adanya UU itu masyarakat tak boleh lagi menebang dan menjual pohon. Saat itu, juga sempat terjadi polemik di tengah-tengah masyarakat yang selama ini mengandalkan hidup dari hutan.

Miftahudin yang berprofesi sebagai anggota Polri di Polsek Cisalak itu, akhirnya sering turun ke masyarakat. Salah satunya, untuk sosialisasi larangan illlegal logging dengan cara pendekatan persuasif ke masyarakat.

Dia saat itu berfikir, bagaimana supaya masyarakat memiliki penghasilan lagi. Lantas terbersit dalam hati Miftahudin untuk bercocok tanam pepohonan produktif yang punya nilai ekonomis. Dia pun berdikusi dengan Perhutani. Akhirnya, muncul ide untuk menanam kopi.

Memang, lanjut Miftahudin, sebelumnya warga juga ada yang sudah menanam kopi. Tapi, kala itu hanya digunakan sebatas sebagai tanaman pagar saja.

"Jadi, sebenarnya warga di Cisalak itu sudah lama mengenal kopi. Tetapi, saat itu budidayanya tidak fokus dan profesional," kata dia. 

Saat dirinya menyampaikan ide untuk menanam kopi ini, banyak sekali pertentangan dari warga. Mereka menilai, budidaya kopi itu tidak menguntungkan. Akhirnya, Miftahudin mencoba menanam kopi di lahan milik pribadi seluas 1 hektare sebagai percontohan ke warga.

Setelah itu, lanjut Miftahudin, dia banyak berdiskusi dengan pihak Perhutani. Lalu, pihak Perhutani menyarankan dirinya untuk studi banding ke Pangalengan.

Dari situ, Miftahudin belajar tata cara budidaya kopi. Dia menanam kopi antara 2013-2014. Dua tahun kemudian, kopi-kopinya membuahkan hasil. Akan tetapi, kopi tersebut belum diolah secara profesional.

"Saya menjualnya dalam bentuk basah yang masih ada kulitnya. Begitu panen, langsung jual. Saat itu, harganya Rp6.000 per kilogram. Sekali panen, bisa menghasilkan dua sampai tiga kuintal," jelas dia.

Karena kopi panennya seminggu sekali, setiap pekan Miftahudin punya penghasilan tambahan dari menjual kopi. Melihat kondisi itu, perlahan tapi pasti warga setempat mulai tertarik menanam kopi.

Akhirnya, sejak 2016 perkebunan kopi yang digarapnya semakin luas. Kini, lahan garapannya antara 50 hektare sampai 150 hektare yang tersebar di sejumlah desa.

Perjalanan panjangnya membuat Miftahudin bisa bernafas lega. Dia beryukur, karena usahanya untuk mengubah cara pandang masyarakat soal illegal logging cukup membuahkan hasil. Kini, kopi yang diproduksinya diberi merek dagang Hofland Coffee.

Siapa sangka kopi hasil produksinya itu, kini sudah tembus pasar mancanegara. Menurutnya, keberhasilannya ini tak lepas dari campur tangan para SDM yang semuanya adalah milenial. Hal itu ditambah lagi dengan adanya dukungan pemerintah melalui Bank Indonesia.

Beberapa waktu lalu, Koperasi GBL yang berperan sebagai agregator kopi di Jawa Barat mendapatkan bantuan dua mesin pengolah kopi dari Bank Indonesia. Masing-masing mesin mampu mengolah kopi dengan kapasitas 2,5 ton per jam. 

"Sebelumnya, kami punya mesin yang hanya mampu mengolah 500 kuintal per jam. Dengan bantuan itu, jelas sangat membantu kami," ujar pria asal Garut ini.

Miftahudin sangat mengapresiasi bantuan dari Bank Indonesia ini. Sebagai agregator kopi di Jabar, pihaknya bisa membeli kopi dari petani di sejumlah wilayah seperti dari Jawa Timur, Banten dan Jakarta.

Kini, bisnis kopi Koperasi GBL sudah berkembang pesat. Petani di Cisalak yang menjadi binaan Koperasi GBL telah mencapai kurang lebih 200 orang.

"Pekerjanya semua generasi milenial yang bisa fokus untuk berbisnis. Sebab, para milenial ini sudah melek teknologi," tambah dia. 

Bagi Miftahudin, kopi membawa berkah tersendiri. Melalui pohon kopi, mindset masyarakat soal mendapatkan uang dari hasil illegal logging jadi terbantahkan.

Kini, masyarakat bisa memiliki penghasilan lebih dengan menanam kopi. Di sisi lain, kawasan konservasi hutan di Cupunagara juga tetap terjaga. (K60)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Asep Mulyana
Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper