Bisnis.com, BANDUNG - Market Internet of Things (IoT) di Indonesia 2025 mendatang diprediksi mencapai US$40 miliar atau sekitar Rp572,7 triliun dengan 678 perangkat IoT terhubung.
Potensi sebesar ini seiring dengan minat serta kebutuhan dari masyarakat yang ada.
Ketua Umum (Asioti) Teguh Prasetya mengatakan, berdasarkan data yang ia miliki, pada 2022 lalu menggambarkan potensi pasar IoT di Indonesia sudah mencapai US$26 miliar atau sekitar Rp372 triliun.
Menurutnya, angka segemuk itu terutama bersumber dari sembilan sektor yakni makanan, minuman, kesehatan, pertanian, perkebunan, tambang, dan perminyakan. Jika dirincikan lagi, layanan IoT terbesar adalah dari sektor aplikasi sebesar 45 persen, platform 33 persen, perangkat 13 persen dan jaringan 9 persen.
Menurut dia, tiga hal besar yang menggenjot IoT kian eksis di masyarakat adalah karena adanya bias meningkatkan operasional dan efisiensi, meningkatkan kualitas kesehatan dan keamanan, serta meningkatkan produktivitas atau penjualan.
"Data Indonesia IoT Forum menunjukkan, kemungkinan 400 juta perangkat sensor di Indonesia yang telah terpasang IoT," ungkap dia dalam keterangan resmi yang dikutip Bisnis, Kamis (16/3/2023).
Sementara itu, Forum Indo Telko, Doni Ismanto mengatakan kebutuhan IoT di Indonesia sekarang terjadi lintas sektor industri. Antara lain di sektor manufaktur, logistik, smart city, maupun smart home.
“Sektor-sektor ini belum mengadopsi secara masif. Tingkat adopsi yang belum masif tersebut disebabkan berbagai industri masih mencari bentuk yang tepat untuk diimplementasikan. Tapi ini artinya potensi pasar masih besar untuk segmen-segmen tersebut,” katanya.
Menurutnya, momentum akselerasi bisa terjadi saat efisiensi dan efektivitas terdapat dalam sistem IoT. Terlebih, salah satu kunci teknologi dalam era Revolusi Industri 4.0 adalah IoT.
Sehingga ia menilai tidak boleh ada jeda dari sisi pengantaran ke pasar ataupun contoh sukses penerapan ke masyarakat. Sebab, sebagaimana diperlihatkan pada layanan teknologi lainnya, momentum harus disambut pelaku industri dengan baik.
“Bisa jadi pasarnya merasa belum butuh, jadi dibutuhkan kreatifitas dalam market creation agar target pasar merasa ada kebutuhan. Dalam industri digital, kebutuhan itu kan ga harus nunggu pasar, bisa dikreasi misal didorong oleh regulasi,” katanya.
Untuk itu ia mendorong pemain dalam negeri untuk memanfaatkan celah peluang yang ada. Salah satunya seperti layanan Antares dari PT Telkom yang dikatakannya harus jeli dan gesit memanfaatkan peluang, terutama di sektor pemerintahan.
Antares yang berada di bawah payung Leap-Telkom Digital, antara lain menyediakan solusi dan konektivitas IoT berbasis Long Range Wide Area Network (LoRaWAN).
Sejauh ini dari segi konektivitas, LoRaWAN Antares telah berada di lebih dari 700 titik yang tersebar di seluruh Indonesia. Misalnya pada implementasi sistem Smart Water Meter yang membuat perusahaan pengelola air minum atau PDAM pengguna Antares dimudahkan memantau kualitas air dengan media portal sistem informasi yang terpusat, sehingga standar K3 air lebih terjaga.
Smart Meter juga memungkinkan PDAM sebagai BUMD mengelola urusan penagihan lebih terukur karena adanya koneksi antar perangkat berbasis komputasi yang saling "berbicara". Karenanya, terjadi peningkatan pelayanan ke masyarakat.
“Kebutuhan digitalisasi itu makin besar di pemerintahan, maupun masyarakat umum. Maka, edukasi dan pemasaran ke publik juga harus gencar dan menemukan selahnya. Bagaimanapun, kunci dari teknologi baru diterima pasar itu di edukasi dan pemasaran,” pungkasnya.