Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Apindo Jabar Tolak Permenaker 18/2022 Soal Penetapan Upah Minimum

Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik menilai lahirnya Permenaker tersebut mencerminkan tidak adanya kepastian hukum dan usaha. 
Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik
Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik

Bisnis.com, BANDUNG - Apindo Jabar sangat menyayangkan lahirnya Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, yang telah terbit dengan formula penghitungan upah yang baru. 

Dalam Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 disebutkan penetapan atas penyesuaian nilai upah minimum tidak boleh melebihi 10 persen. Apabila didapatkan hasil penghitungan yang melebihi 10 persen, maka Gubernur menetapkan upah minimum dengan penyesuaian paling tinggi 10 persen. 

Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik menilai lahirnya Permenaker tersebut mencerminkan tidak adanya kepastian hukum dan usaha. 

Terbitnya Permenaker ini juga telah melanggar hasil keputusan MK, di mana dinyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja hingga dua tahun, yang berarti hingga tahun 2023 sampai proses pembentukan peraturan perundang–undangan tersebut selesai direvisi.

Upaya untuk mengurangi disparitas yang besar antara Kabupaten/Kota, menjadi terlanggar karena hasil simulasi dengan rumus/formula yang baru justru menunjukkan bahwa daerah yang sebelumnya sudah memiliki UMK melebihi ambang batas atas, seperti Kab. Bogor, Kab. Purwakarta, Kab. Karawang, dan Kab Bekasi justru dengan formula baru ini, mengalami kenaikan yang jauh lebih besar dari wilayah/daerah dengan UMK rendah, seperti Kab. Ciamis, Kab. Banjar, Kab. Kuningan, Kab Pangandaran dan seterusnya. 

"Setelah tercabik Covid-19, order ekspor turun, dan membanjirnya barang-barang impor, maka hampir bisa dipastikan pengurangan pekerja secara masif akan terus terjadi," tegas Ning dalam keterangan, Minggu (20/11/2022).

Menurut Ning, formula dalam Permenaker Nomor 18 dinilai aneh aneh bin ajaib karena justru membuat UMK–UMK yang tingginya di atas ambang batas, mendapatkan kenaikan yang juga jauh lebih tinggi dibanding daerah lain. 

"Hal ini merupakan pukulan telak pada industri–industri padat karya di daerah tersebut, yang justru sudah hampir tiap tahun berjuang mendapatkan upah khusus padat karya untuk survive."

Dalam kondisi Indonesia yang akan menghadapi resesi global pada 2023, yang kemungkinan akan berimplikasi pada industri berorientasi eksport, hasil terhitung UMP dan UMK 2023 dengan formula baru akan benar-benar membuat industri di Indonesia, khususnya Jawa Barat, mengalami periode paling sulit.

Apindo, kata Ning, sangat prihatin dengan keadaan ini karena hal ini membuat semakin terpuruknya dunia usaha yang baru mulai recovery akibat pandemi, lalu menghadapi resesi global, dan sekarang ditimpa pergantian sistem pengupahan yang lebih memberatkan dunia usaha. 

Para anggota Apindo menyampaikan bahwa mereka dihadapkan pada pilihan yang sangat berat, yaitu pengurangan pekerja atau tutup usaha.

"Dengan semua kondisi tersebut, kami tetap menginginkan diberlakukannya PP36 tahun 2021 tentang pengupahan," pungkas Ning.

  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Ajijah
Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper