Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bidik Masuk 50 Besar Dunia, Holding Defend ID Kaji Peluang IPO

Holding Defend ID tengah mengkaji peluang IPO untuk mewujudkan target masuk daftar 50 perusahaan terbesar dunia di bidang pertahanan.
Radar Len S-200 inovasi PT Len Industri yang ditujukan untuk melakukan pengawasan wilayah udara./PT Len Industri
Radar Len S-200 inovasi PT Len Industri yang ditujukan untuk melakukan pengawasan wilayah udara./PT Len Industri

Bisnis.com, JAKARTA - Holding industri pertahanan Indonesia atau Defend ID menargetkan untuk bisa masuk dalam daftar 50 perusahaan terbesar di dunia dalam bidang pertahanan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi target yang dicanangkan holding perusahaan pelat merah tersebut. Presiden mendorong agar Defend ID dapat meningkatkan kualitas produk-produk yang diproduksi di dalam negeri untuk mencapai target tersebut.

"Saya senang tadi sudah disampaikan oleh Direktur Utama Defend ID bahwa mereka menargetkan untuk semua bisa masuk 50 perusahaan pertahanan kelas dunia," ujar Jokowi di Indo Defence 2022 Expo and Forum, Rabu (2/11/2022).

Direktur Utama PT Len Industri (Persero), Bobby Rasyidin menjelaskan dengan dibentuknya Defend ID diharapkan dapat memperluas pangsa pasarnya ke luar negeri.

Menurutnya untuk mencapai target 50 besar perusahaan pertahanan dunia, tidak dapat hanya mengandalkan pasar domestik.

"Untuk menjadi top 50 global company tentunya kita mau juga pasar ekspor," ujarnya kepada Bisnis, Rabu (2/11/2022).

Bobby menuturkan selain penguatan pasar, perlu adanya pertumbuhan secara anorganik dalam Defend ID. Upaya tersebut dilakukan dengan aksi korporasi melalui merger, akuisisi, divestasi, dan juga initial public offering (IPO).

"Jadi memang ada plan kita untuk melakukan merger establish JV, akuisisi dan apalagi untuk melakukan IPO," jelasnya.

Direktur Utama PT Pindad (Persero), menjelaskan bahwa hingga 2025 nanti, kapitalisasi pasar Defend ID ditargetkan dapat tembus hingga Rp38 triliun.

Dia mengaku optimistis dengan dibentuknya holding tersebut, ukuran perusahaan industri pertahanan dapat lebih besar dengan dikonsolidasikannya selurut aset.

Selain itu, pembentukan holding dapat membuka peluang untuk dimulainya kemitraan strategis dengan perusahaan-perusahaan lain seperti yang dilakukan oleh perusahaan pertahanan dunia.

"Kalau kita lihat Malaysia, Singapura sudah [jadi perusahaan] terbuka, karena untuk defence industry, next itu bagus kalau kita bisa menjadi perusahaan Tbk., tapi karena masih ada 1 regulasi sementara kita belum bicara itu," ujarnya.

Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia, Gita Amperiawan, menjelaskan Defend ID diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan industri pertahanan pelat merah dalam negeri.

Gita menjelaskan bahwa selain meningkatnya kepercayaan dari sisi pelanggan, pembentukan holding diharapkan juga dapat memberikan kemudahaan untuk mendapatkan fasilitas pendanaan.

"Saya hanya melihat perusahaan kita ini belum terbuka karena kita industri pertahanan,tapi banyangan saya tidak mudah, sehingga kalau di-IPO-kan saya kira mungkin untuk yang produk komersial sudah dipikirkan," ujar Gita.

Direktur Utama PT PAL Indonesia (Persero), Kaharuddin Djenod, menilai untuk rencana IPO induk perusahaan masih belum dapat dilakukan. Menurut dia, perusahaan-perusahaan induk yang memproduksi produk militer memiliki tingkat kerahasiaan yang tinggi. Namun, opsi untuk IPO dapat direalisasikan terhadap cucu perusahaan.

"Sangat memungkinkan di cucu-cucu perusahaan, anak perusahaan PAL, Pindad dan ini ke depan kita sedang pertimbangkan dengan itu," ungkapnya.

Direktur Utama PT Dahana, Wildan Widarman, menuturkan pembentukan holding dinilai dapat memuluskan rencana untuk perluasan pasar keluar negeri melalui akuisisi perusahaan-perusahaan yang telah memiliki pasar. Dia juga menilai rencana IPO perusahaan pertahanan akan menjadi sebuah gagasan yang baik.

"Kelihatannya masih ada obrolan, saya rasa itu [IPO] gagasan bagus, justru kita bisa membeli di luar supaya masuk ke kita, sehingga pasar kita juga bisa lebih luas. Tapi tentunya kebijakan ini harus benar-benar dianalisis mendalam," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Ridwan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper