Bisnis.com, BANJAR - Tekad Supardi, warga Desa Kedungwuluh, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran, mengembangkan budi daya lebah madu jenis trigona menggebu-gebu.
Bukan tanpa alasan, ia kini sudah merasakan hasil dari ketekunan dan keuletan mengembangkan usahanya hingga berkembang pesat.
Sukses ini tidak ujug-ujug. Supardi mengadu nasib berjualan kaki lima di Ibu Kota Jakarta. Namun, ia harus kembali ke tempat kelahirannya lantara sering diusir oleh petugas atau pemilik lahan ia berjualan.
Sepulangnya ke Pangandaran, ia secara tidak sengaja diikut sertakan dalam pelatihan budi daya lebah madu tanpa sengat untuk menggantikan temannya yang tidak bisa ikut pelatihan.
"Mulai budi daya lebah itu bisa dikatakan sebagai pengganti, suruh latihan dari Dishut yang kebetulan peserta aslinya tidak bisa berangkat, akhirnya kita yang diminta untuk ikut latihan," jelasnya kepada Tim Jelajah Petani Milenial Juara, belum lama ini.
Ia mengaku, awal mengikuti pelatihan tidak tahu menahu sedikit pun tentang dunia budi daya lebah madu. Setelah menjalani dua hari pelatihan, Supardi mendapat kesimpulan bahwa bertani lebah madu tidak sesulit dan serumit budi daya komoditas ternak lainnya.
"Di judul itu pelatihan budi daya lebah tanpa sengat, gak ngerti, rata-rata lebah itu menyengat kan. Kita awalnya tidak ada minat, tapi di pelatihan itu ada kata-kata jika dibandingkan dengan budi daya ternak lainnya ini lebih sederhana," jelas Supardi.
Setelah pulang dari tempat pelatihan, ternyata jenis lebah yang bisa diternakan untuk menghasilkan madu sangat banyak di sekitar rumahnya. Bahkan, ia sampai rela masuk ke hutan-hutan yang mengelilingi desanya untuk menangkap lebah jenis Leavicep.
"Kita ambil lembah ke hutan, kita pindahkan ke kotak, dan mulai terasa, ketika kita sudah bisa pecah koloni, bisa panen," ungkap Supardi.
Perjalanan tersebut menjadi awal langkah dia beserta 19 anggota kelompok taninya dalam menggeluti dunia budi daya lebah madu.
Penghasilan saat Pandemi
19 Oktober 2019 menjadi langkah awal Supardi dalam menggeluti dunia budi daya lebah madu. Tepat beberapa bulan sebelum pandemi Covid-19 melanda.
Memasuki masa pandemi Covid-19, ia mengira usahanya tersebut akan juga terdampak seperti usaha lainnya. Nyatanya tidak.
Sejak pandemi melanda, Supardi mengaku penjualan madu hasil budi daya lebahnya meningkat hingga 300 persen. Jika dirupiahkan, penghasilannya bisa mencapai ratusan juta rupiah.
"Kalau dihitung-hitung lebih dari Rp100 juta. Sekarang kebanyakan mulai banyak yang ingin budi daya lebah madu, sebagian lebah madu saya jual untuk indukan, untuk sementara kita gak bisa fokus ke produksi karena ada kerja sama dengan Dinas Kehutanan Jawa Barat untuk menyediakan indukkan atau koloni," imbuhnya.
Ia pun mengajak para petani yang kini tergabung dalam Program Petani Milenial ataupun perseorangan untuk menggeluti usaha budi daya lebah madu. Pasalnya, permintaan untuk madu dari lebah trigona ini masih sangat besar.
"Harapannya banyak peternak lebah, karena pasar madu trigona sangat banyak tapi suplai sedikit, buyer yang datang ke kami, tapi kita ga betani kontrak karena kita belum punya jaringan yang kuat, karena peternak madu trigona masih terbatas," jelasnya.
Bisnis Indonesia perwakilan Jawa Barat menggelar Program Jelajah Petani Milenial Juara. Perjalanan jurnalistik ini turut didukung oleh Humas Jabar dan Dinas Komunikasi dan Informatika Jawa Barat, Dinas Kehutanan Jawa Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat, Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Jawa Barat, Dinas Perkebunan Jawa Barat, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jawa Barat, dan Bank BJB. (K34)