Bisnis.com, BANDUNG--Daerah harus bisa memetakan dan mengatasi persoalan sosial di Kawasan Metropolitan Rebana. Sebelum investor berbondong-bondong datang.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jawa Barat Noneng Komara mengatakan provinsi dan 7 kabupaten/kota di Rebana setidaknya harus menjalankan 4 hal agar investasi ke kawasan tersebut lancar. “Ada empat hal yang harus kita siapkan agar Rebana menjadi kawasan investasi,” tuturnya pada bisnis awal pekan ini.
Pertama penguatan regulasi. Provinsi sendiri sudah memperkuat Rebana dalam RPJMD dan Perda RTRW, beberapa kabupaten/kota pun sebagian sudah menuntaskan urusan tata ruang mereka, seperti Subang dan Sumedang. “Jawa Barat juga sudah menyiapkan Perda Kemudahan Berusaha, ini sudah masuk untuk dibahas dengan dewan,” katanya.
Adanya Perpres terkait pengembangan kawasan Rebana diprediksi akan mempermudah proses legislasi di kabupaten/kota yang sebelumnya terseok-seok menata ruang. Selanjutnya masuk pada langkah kedua yakni menggenjot promosi.
Noneng mengaku untuk urusan promosi, daerah dan provinsi sama-sama kompak untuk melakukan promosi investasi. “Untuk promosi investasi pada semangat kepala daerahnya. Saya beberapa kali bertemu kepala daerah, mereka minta didorong ini itu, sadar investasi akan mendorong kesejahteraan di wilayah mereka,” katanya
Langkah ketiga dan keempat yang masih menjadi pekerjaan rumah daerah adalah penyiapan infrastruktur dan penataan masalah sosial. Untuk infrastruktur dasar seperti penyediaan air dan pengelolaan sampah, Pemprov bersama daerah sudah mempersiapkan sejumlah rencana dimana salah satunya adalah membangun TPPAS Regional Ciayumajakuning, sementara dukungan air akan didapat dari adanya SPAM Jatigede.
Untuk urusan sosial, Noneng mengaku masih banyak hal yang harus segera dibicarakan bersama. Dia menunjuk pola ruang yang sudah ditetapkan daerah segera dikomunikasikan dan disosialisasikan pada warga. “Tata ruang sosialisasinya itu harus diperkuat, supaya lebih jelas [bagi warga dan investor],” tuturnya.
Masalah lain adalah upah minimum regional [UMR] daerah di dalam kawasan yang berbeda-beda. Sumedang dan Majalengka yang bertetangga memiliki UMR yang jomplang.
“Sumedang sudah Rp3 juta, Majalengka baru Rp1 juta sekian, kalau sudah jadi kawasan UMR ini harus sama, ini belum dibahas sejauh itu, tapi ini masalah sosial,” katanya.
Hal lain adalah urusan tenaga kerja. Menurutnya DPMPTSP Jawa Barat bersama Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat saat ini tengah merancang agar urusan SDM lokal bisa terakomodir oleh investor di kawasan. “Dimana ada investasi, ada akses bagi masyarakat lokal yang memiliki skill untuk jadi tenaga kerja,” ujarnya.
Pihaknya juga menyoroti urusan LSM yang harus diperhatikan oleh kepala daerah agar tidak menganggu iklim investasi. Menurutnya jangan sampai proyek investasi di satu daerah banyak dirongrong oleh kepentingan liar di lapangan.
“Investasi itu buahnya harus dinikmati semua, kalau digerogoti dari awal, pohonnya rusak, akarnya rusak, investasi itu tidak ada artinya buat masyarakat,” katanya.