Bisnis.com, CIREBON - Sejumlah pengendara di Jalan Raya Pantura, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, mengeluhkan adanya limbah batu bara yang mencemari sebagian titik jalan penghubung Jawa Barat dengan Jawa Tengah itu.
Pantauan Bisnis.com, Minggu (21/3/2021), di sepanjang jalan tersebut ditemukan banyak limbah batu bara berwarna hitam tercecer di bahu jalan. Ketebalan limbah tersebut hingga 20 sentimeter.
Selain tercecer dibeberapa titik bahu Jalan Raya Pantura, limbah batu bara itu berterbangan, sehingga beberapa pengendara yang melintas dengan roda dua beberapa kali mengepakan tanpa untuk mencegah debu itu mengganggu pandangan.
Tepat di sekitar ceceran limbah, ditemukan adanya tempat bongkar muat batu bara. Dari kejauhan terlihat, mobil truk pengangkut batu bara pun keluar masuk lokasi tersebut.
Di dalam lokasi, aktivitas bongkar muat terlihat, sejumlah ekskavator berwarna terang mengeluarkan batu bara dari bak truk untuk ditumpukan, sehingga menyerupai bukit-bukit kecil.
Beberapa pekerja tampak membersihkan jalan dari ceceran limbah batu bara yang kemudian dimasukkan ke dalam karung plastik.
Seorang pengendara, Syarifuddin (50), menyebutkan, adanya hal tersebut membuat ia terpaksa menurun laju kecepatan kendaraan, selain menggangu pandangan, keberadaan limbah itu pun dikhawatirkan terhirup.
Ia berharap, kepada pemerintah daerah setempat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, lantaran akses Jalan Raya Pantura setiap harinya dilintasi banyak orang.
"Meskipun saya pakai masker tetap saja khawatir. Saya lihat ini sudah berlangsung sejak lama," kata Syafruddin di Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon, Minggu (21/3/2021).
Selain Syafruddin, warga lainnya Hartono (36), mengatakan, kondisi terparah terjadi saat hujan tidak mengguyur. Hal ini pun sering mengakibatkan mata perih dan wajah lebih cepat kusam.
"Meskipun kaca helm ditutup, tetap saja suka perih. Selain itu, membuat jalan menjadi licin," katanya.
Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan abu terbang dan abu dasar (fly ash and bottom ash/FABA) dari daftar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) menuai kontroversi.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 Tahun 2021 yang merupakan peraturan turunan dari UU Cipta Kerja, dalam Lampiran XIV, menetapkannya dalam kategori Limbah Non-B3 terdaftar. (K45)