Bisnis.com, PURWAKARTA – Kabupaten Purwakarta ternyata menyimpan banyak kuliner khas yang melegenda. Sebut saja di antaranya sate maranggi dan simping.
Tapi, mungkin juga tak banyak yang tahu jika ada satu lagi penganan khas wilayah tersebut yang sudah ada sejak zaman dulu. Adalah Kue keranjang atau lebih familiar dengan sebutan dodol China. Memang, untuk makanan yang satu ini, hanya diproduksi di waktu tertentu. Misalnya, di momen perayaan imlek.
Seperti saat ini, jelang perayaan imlek yang tinggal menghitung hari, para perajin kue keranjang mulai menyibukkan diri untuk produksi makanan berwarna merah kecoklatan tersebut. Meskipun, jumlah perajinnya saat ini bisa dihitung jari.
Mulyadi (70) dan Hayati (69) warga Gang Aster, Kecamatan Purwakarta kota, adalah pasangan renta yang masih konsisten memproduksi kue keranjang tersebut. Bagi mereka, perayaan imlek menjadi berkah tersendiri.
Saat ditemui di kediamannya, Mulyadi mengaku, dirinya telah memroduksi kue keranjang sejak 30 tahun yang lalu. Keterampilan membuat kue tersebut diperolehnya dari ibu kandungnya, Mulyati. Dari dulu, ibundanya memang konsisten membuat kue keranjang setiap setahun sekali.
“Ini usaha peninggalan ibu saya. Saya teruskan, karena saudara saya tak mau berkecimpung dalam usaha pembuatan dodol tersebut,” ujar Mulyadi, Kamis (4/2/2021).
Selama ini, lanjut dia, dodol buatannya ini banyak dilirik oleh konsumen yang telah menjadi pelanggan tetapnya. Salah satunya, pelanggan tetapnya yakni pemilik toko emas besar yang cukup terkenal di Kabupaten Purwakarta.
“Khusus pesanan toko emas langganan ini, dulu bisa mencapai satu ton kue keranjang,” jelas dia.
Karena masih banyaknya langganan itulah, dirinya masih terus konsisten memproduksi kue berbahan dasar tepung beras itu. Memang, penganan ini hanya ia produksi setahun sekali saja. Setelah itu, Mulyadi tidak lagi memroduksi dodol China itu. Sebab, pernah dia mencoba, memroduksi kue keranjang di hari-hari biasa. Ternyata, tidak laku di jual.
“Pernah, dulu kita coba membuat dodol China, sehari 20 kilogram beras putih. Ternyata, tidak laku. Akhirnya, dodol itu habis dimakan sendiri dan dibagikan ke tatangga,” kata dia.
Mulyadi tak menampik, jika pelanggan kue keranjang hasil produksinya terus mengalami penurunan setiap tahunnya. Apalagi, kondisi tersebut diperparah dengan adanya pandemi Covid-19. Di momen imlek tahun ini, kata Mulyadi, penurunan pelanggannya mencapai 50 persen dari tahun sebelumnya.
“Dulu, kami bisa memproduksi kue keranjang hingga 1,8 ton. Tahun kemarin turun jadi 1,5 ton. Sekarang turun lagi 50 persennya. Permintaannya sudah berkurang,” jelas dia.
Selain produksi karena permintaanya menurun, lanjut dia, harga jualnya pun masih stagnan di Rp40.000 per kilogram atau per tiga pieces. Dengan begitu, tahun ini menjadi masa terberat untuk dirinya menjalankan usaha dodol cina ini.
Sementara itu, Hayati (67) isteri Mulyadi menuturkan, dirinya sejak awal menikah langsung tertarik menekuni usaha dodol China. Bersama suaminya, Hayati terus menjalankan usaha tersebut hingga hari ini.
“Dari muda sampai usia kita sudah tua, kita tetap membuat dodol China. Soalnya, tidak ada lagi perajin dodol di Purwakarta ini,” ujarnya.
Hayati menuturkan, dodol China yang diproduksinya diyakini memiliki kualitas terbaik. Sebab, dari komposisi, dodol ini menggunakan bahan baku berkualitas. Serta, tidak menggunakan bahan pengawet ataupun perisa makanan.
Adapun bahan bakunya, yaitu beras ketan putih kualitas bagus yang digiling menjadi tepung. Lalu, gula pasir. Serta, air rebusan daun pandan. Untuk menghasilkan dodol China yang bagus, dia membocorkan rahasianya. Yaitu satu kilogram tepung ketan dicampur dengan dua kilogram gula pasir. Terus, dicampur air rebusan daun pandan. Dicampur, hingga teksturnya lembut.
“Yang paling utama, mengukusnya harus 14 jam. Jadi, dodolnya matang dengan sempurna. Warnanya, merah kecoklatan,” pungkasnya. (K60)