Bisnis.com, BANDUNG – Kajian bersama antara Pemerintah Kota Bogor dan PT Colas Rail menemukan bahwa trem layak beroperasi di jalanan Kota Bogor. Jalur sepanjang 7,1 kilometer pun sudah disiapkan untuk moda transportasi berbasis rel tersebut.
Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek Bambang Prihartono mengatakan, berdasarkan hasil paparan konsultan perlu segera dilakukan feasibility study dalam rangka pembangunan trem di Kota Bogor. Karena sesuai kajian di Kota Bogor layak dibandung jalur trem.
“Setelah ini konsultan akan melakukan kajian lagi mengenai modelnya, ini kan proyek kerja sama pemerintah dan badan usaha,” ujar Bambang usai rapat progres kajian pembangunan transportasi berbasis rel oleh PT Colas Rail & BPTJ di Paseban Narayana di Balai Kota Bogor, pekan lalu, dikutip dari laman resmi Pemkot Bogor, Senin (20/1/2020).
Terkait hal ini, Bambang mengatakan, pihaknya bakal mengintegrasikan trem sebagai pengumpan agar terintegrasi dengan moda lain seperti LRT Cibubur dan TOD di Baranangsiang.
Wakil Walikota Bogor Dedie A. Rachim mengatakan, koridor trem yang pertama akan dibangun sejauh 7,1 kilometer, mulai dari kawasan Baranangsiang, Jalan Otista, Jalan Ir. H Juanda, Jalan Kapten Muslihat, Alun-alun Bogor atau Taman Ade Irma Suryani, Sawojajar, kembeli lagi ke Sempur, dan berakhir di Baranangsiang.
“Hitungan Colas, 7,1 KM untuk trase pertama. Usulan Kota Bogor ada empat trase yang dibangun tramway. Kita fokus pada trase part pertama. Intinya Colas, Iroda dan Egis menyebut trem ini sangat layak diimplementasikan di Kota Bogor,” tegasnya.
Untuk pelaksanaannya, Pemkot Bogor masih menunggu kajian dari Iroda terlebih dahulu. Target studinya rampung pada Juni tahun ini. Setelah itu akan kembali berkoordinasi dengan pemerintah pusat, bagaimana melanjutkan ke tahap proyek.
“Jadi mungkin mudah-mudahan jalan tahun ini. Kita akan ikuti aturan main, dibuat oleh pemerintah pusat,” katanya.
Lebi lanjut Dedie menjelaskan, dari hasil kajian yang dilakukan, PT Colas Rail memberikan usulan agar menggunakan trem yang baru bukan mengambil hibah dari Utrecht. Hal ini dikarenakan trem baru lebih baik, keselamatan dan dalam jangka panjang akan lebih murah dibanding dengan skema hibah.
“Kalau trem lama ada beberapa aspek harus dimodifikasi, Air Conditioner (AC), ada isu tentang pemakaian material yang kurang ramah lingkungan, yakni Kromium. Nah, Kromium ini harus dikupas, sedangkan pengupasan pengecatan itu ada biaya lagi. Jadi lebih baik usulannya yang baru saja,” jelasnya.