Bisnis.com, BANDUNG—Jumlah investor saham di pasar modal Indonesia hingga kini masih rendah, masih kurang dari 1 juta orang, atau tidak sampai 1% dari total penduduk dewasa di Indonesia yang mencapai 193 juta.
Ironisnya, justru banyak masyarakat di daerah yang terjebak oleh investasi bodong di luar pasar modal, yang kerap menjanjikan keuntungan fantastis dan cenderung tidak masuk akal.
Artinya, masyarakat Indonesia bukannya tidak berminat berinvestasi, tetapi sering kali tidak memiliki pemahaman yang tepat tentang investasi. Masyarakat juga kekurangan informasi tentang investasi yang benar di pasar modal.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen, dalam acara sosialisasi pasar modal bersama para jurnalis di Bandung, Kamis (20/6/2019). Hadir bersama Hoesen yakni Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Inarno Djayadi, beserta jajaran pejabat OJK dan BEI lainnya.
Hoesen mengatakan, pertumbuhan pasar modal di Indonesia sebenarnya sangat luar biasa. Pada 1992, saat pasar modal mulai diswastaisasi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dimulai dari nilai 100 dengan hari dasar 1982.
Hingga kemarin, IHSG sudah berada di level 6.335. Artinya, bila dulu seseorang berinvestasi sebesar Rp100 ribu, kini nilainya sudah mencapai Rp6,3 juta. Bila seseorang berinvestasi Rp100 juta, kini nilainya sudah mencapai Rp6,3 miliar.
Namun, sayangnya, keuntungan yang besar di pasar modal Indonesia lebih banyak dinikmati investor asing, sebab investor domestik, terutama investor ritel dari kalangan masyarakat, tidak cukup familiar dengan pasar modal.
Hoesen mengakui pasar modal selama ini terkesan berada di menara gading, hanya dapat dijangkau oleh orang-orang tertentu. Padahal, anggapan tersebut keliru. Siapapun bisa menjadi investor di pasar modal, bahkan dengan modal hanya Rp100 ribu.
Saat ini, cukup banyak saham perusahaan yang harga satuannya di bawah Rp1000. Artinya, dengan minimal pembelian 100 saham per lot, investor cukup menyiapkan uang sebesar Rp100 ribu per lot.
Investor punya banyak pilihan, sebab kini ada lebih dari 600 perusahaan yang menjual sahamnya di pasar modal.
Untuk mendaftar menjadi investor saham pun tidak sulit, sebab investor dapat mendaftar secara online melalui beberapa sekuritas atau broker, seperti Mandiri Sekuritas, Indo Premier Sekuritas, MNC Sekuritas, BNI Sekuritas, Bahana Sekuritas, Danareksa Sekuritas, dll.
Kekhawatiran tentang kesyariatan pasar modal juga sudah dihapus, dengan terbitnya beberapa fatwa halal dari DSN-MUI terkait pasar modal.
Hoesen mengatakan, dengan semua kemudahan yang ada, kunci menjadi investor sukses tinggallah upaya terus-menerus dari masyarakat untuk mempelajari perusahaan yang ingin dibeli sahamnya.
Investasi di pasar modal dijamin aman sebab diawasi oleh OJK, tetapi soal keuntungannya tidak dijamin, sebab hal tersebut bergantung pada banyak faktor.
Oleh karena itu, seorang investor harus banyak menggali informasi dan mengamati tren perkembangan ekonomi dalam negeri dan global, serta berita-berita terkait perusahaan yang dibeli sahamnya.
“Menjadi investor saham itu artinya harus terus berpikir. Seorang investor harus mencari perusahaan-perusahaan yang prospeknya ke depan akan bagus, bukan saja bagus saat sekarang. Perusahaan taksi dulu bagus, tetapi sejak awal taksi online akhirnya jatuh. Tapi ada juga bisnis yang dulu dianggap tidak menarik, tetapi akhirnya booming. Investor harus berpikir ke depan.” Katanya.
Hoesen menekankan, bahwa idealnya investasi di pasar modal bertujuan untuk investasi jangka panjang. Harga saham bisa jadi naik turun cukup drastis dalam jangka pendek, tetapi bila suatu perusahaan memiliki prospek usaha yang baik, harga sahamnya akan cenderung terus naik dalam jangka panjang.
“Investasi itu umumnya bersifat high risk, high return. Kalau ada orang yang menjanjikan investasi dengan keuntungan besar, pasti, dan dalam waktu singkat, jangan percaya. Itu sudah pasti bohong,” katanya.
“Investasi yang benar di pasar modal, harus belajar. Mau beli saham apa, harus pelajari perusahaannya. Mau beli saham perusahaan tambang, harus mengerti tentang bisnis tambang. Kalau tidak mengerti, jangan berinvestasi,” lanjutnya.