Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menakar Peluang Uber Menguber Amazon

Membandingkan antara Uber dan Amazon dan berharap suatu saat perusahaan startup layanan berbagi perjalanan tersebut dapat mengikuti jejak kesuksesan Amazon mungkin tidak terlalu tepat.
Mantan CEO dan co-founder Uber Technologies Inc. Travis Kalanick dan ayahnya Donald Kalanick berdiri di balkon di atas lantai New York Stock Exchange (NYSE) selama IPO Uber di New York, AS, 10 Mei 2019. REUTERS / Andrew Kelly
Mantan CEO dan co-founder Uber Technologies Inc. Travis Kalanick dan ayahnya Donald Kalanick berdiri di balkon di atas lantai New York Stock Exchange (NYSE) selama IPO Uber di New York, AS, 10 Mei 2019. REUTERS / Andrew Kelly

 

Bisnis.com, BANDUNG—Membandingkan antara Uber dan Amazon dan berharap suatu saat perusahaan startup layanan berbagi perjalanan tersebut dapat mengikuti jejak kesuksesan Amazon mungkin tidak terlalu tepat.

Uber Technology baru saja melakukan pencatatan perdana sahamnya di New York Stock Exchange (NYSE) pekan lalu. Sejak tercatat, saham perusahaan yang berhasil mengantongi dana sekitar US$75 miliar ini belum terlalu luar biasa kinerjanya, bahkan cenderung turun.

Dalam roadshow Uber dalam rangka penawaran umum perdana (IPO) sahamnya ini, beberapa faktor pendorong bagi nilai jual saham perusahaan adalah perbandingannya dengan Amazon yang kini adalah raksana teknologi.

Idenya adalah bahwa kerugian besar yang sekarang dialami Uber merupakan bagian dari upaya untuk membangun dasar bagi laba jumbo di masa depan. Alih-alih laporan laba rugi, investor harus melihat angka arus kas.

Namun, Uber tidak dapat disejajarkan begitu saja dengan Amazon. Hal ini menyebabkan investor harus lebih hati-hati menyikapi saham perusahaan ini yang sejak akhir pekan lalu mulai dapat dibeli di NYSE.

Uber, yang dipimpin oleh Dara Khosrowshahi, mengalami kerugian luar biasa. Akumulasi defisitnya sejak didirikan pada 2009 berjumlah US$7,9 miliar hingga akhir 2018. Diperkirakan ada tambahan kerugian US$1 miliar lagi pada kuartal pertama tahun ini.

Harapannya adalah bahwa strategi bakar uang melalui subsidi untuk pengemudi dan penumpang membantu perusahaan untuk tumbuh dan mendominasi pangsa pasar terbesar. Setelah itu terjadi, Uber akan dapat menaikkan tariff dan mengurangi insentif.

Apalagi, jika dan ketika kendaraan otonom tiba, pengemudi dapat dihilangkan sehingga menghasilkan margin keuntungan yang besar.

Perbandingan dengan Amazon pada awalnya mungkin tepat. Pendiri Amazon, Jeff Bezos, butuh waktu sekitar tujuh tahun untuk bisa mencapai keutungan kuartalan pertama kali. Selanjutnya, butuh lebih dari selusin tahun untuk akumulasi laba demi menghapus defisit sebelumnya.

Namun, berbeda dibandingkan Uber, Amazon hanya membutuhkan sedikit dana dari luar. Amazon mengumpulkan kurang dari US$10 juta pada awalnya dan sedikit di atas US$ 50 juta ketika perusahaan berjalan, ditambah hampir US$2 miliar dalam bentuk utang konversi selama booming dot-com. Nilai tersebut tergolong ringan.

Bezos berhasil membiayai sebagian besar pertumbuhan perusahaannya melalui arus kas positif dengan cara menerima pembayaran dari pelanggan terlebih dahulu, sedangkan Amazon membayarkan tagihan ke sebagian besar vendor belakangan.

Amazon menggunakan strategi bakar uang untuk kuartal pertamanya sebagai perusahaan publik pada 1997, tetapi sejak 2002 arus kas Amozon sudah selalu positif.

Sebaliknya, operasional Uber membakar uang hampir US$6 miliar selama tiga tahun terakhir, dan tidak ada alasan untuk meyakini strategi ini akan berubah dalam waktu dekat. Belum lagi, saingannya seperti Lyft juga bersaing secara agresif untuk merebut pangsa pasar.

Selain itu, pengeluaran riset dan pengembangan yang kuat, serta ekspansi di area baru seperti pengiriman makanan dan pengangkutan, dapat mempercepat pembakaran uang Uber.

Uber memiliki banyak dana di tangan, yakni lebih dari US$10 miliar kas bersih setelah IPO, menurut draft prospektus terbaru. Namun, tingginya nafsu perusahaan untuk menggelontorkan uang membuatnya hampir berseberangan dengan Amazon.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper