Bisnis.com, BANDUNG -- Mahfud MD meminta aparat berwenang untuk mencari pelaku pencoblosan surat suara di Malaysia jika terbukti pelanggaran tersebut terjadi.
"Harus diusut, tetapi begini, kemungkinan itu karena kalau diluar negeri pencoblosan itu memang lebih awal, nah yang sudah tercoblos itu pencoblosan secara sah atau tidak, kalau itu pencoblosannya itu kecurangan tentu harus ditindak," kata Mahfud saat ditemui di Bandung, Kamis (11/4) sore.
Menurutnya sudah sepatutnya pelaku kecurangan pemilu tersebut ditindak dan Pemilu legislatif dan presiden yang di gelar untuk WNI di Malaysia di Batalkan .
"Pertama harus dibatalkan, kedua pelaku-pelakunya harus dicari, dan ditindak secara hukum, kalau itu tindak pidana bisa dilakukan, [hukumannya] tergantung nanti apakah pemalsuan dokumen, penghilangan hak, macem-macam nanti," katanya.
Selain itu, Mahfud menilai pesta demokrasi akbar ini harus bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Sehingga ia juga mengajak masyarakat yang telah memiliki hak suara untuk menggunakannya untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden serta wakil rakyat baik di daerah maupun pusat.
"Jangan ada yang tidak memilih, karena walaupun kita tidak memilih, pemimpin akan terpilih, maka jangan biarkan pemimpin terpilih oleh suara yang tidak berkualitas sehingga memunculkan pemimpin yang tidak berkualitas," Ajak Mahfud.
Dalam acara 1 jam bersama Mahfud MD tersebut juga dihadiri oleh anak dari mantan Presiden RI Abdurrahman Wadid, Alissa Wahid dan Ari Kriting.
Keduanya pun mengajak masyarakat untuk menyalurkan hak suara dalam pesta demokrasi lima tahunan ini.
Dalam diskusi tersebut, Mahfud MD, Alissa Wahid dan Ari Kriting berbagi hal terkait kondisi berbangsa di Indonesia dewasa ini. Utamanya adalah terkait intoleransi yang kentara dalam pemilu kini.
"Kita beruntung bisa hidup di negara yang bisa mempersatukan agama," kata Mahfud.
Ia juga mengatakan, Indonesia hadir dengan fitrah keberagaman masyarakatnya, baik suku, agama maupun ras. Adapun konflik yang meletup-letup saat ini adalah dinamika, dimana menurutnya hal ini harus dihadapi untuk mematangkan kehidupan demokrasi di Indonesia.
"Konflik di Maluku itu berhenti karena lelah masyarakatnya terus bunuh-bunuhan, akhirnya sadar tidak bisa menghindari perbedaan, begitu juga dengan konflik di Aceh, begitu ada bencana Tsunami, seluruh Indonesia hadir memberikan bantuan, akhirnya mereka sadar tidak bisa menghindari perbedaan," jelasnya.