Bisnis.com, JAKARTA - Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) kembali menyuarakan penolakannya terhadap Surat Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK).
Ketua Umum HIMKI Soenoto meminta kepada pemerintah untuk meniadakan SVLK karena dinilai terlalu membebani poelaku usaha di sektor ini. Hal itu disampaikan Soenoto di sela-sela Indonesia Internasional Furniture Expo (IFEX) 2019.
"Pemerintah seharusnya menghilangkan SVLK untuk menumbuhkan industri furnitur. SVLK telah menghambat pertumbuhan industri furnitur Indonesia, SVLK cukup di hulu bukan di hilir karena industri hilir hanya sebagai user," kata dia, Sabtu (16/3/2019).
Berdasarkan catatan Bisnis, HIMKI memproyeksikan ekspor mebel dan furnitur pada tahun ini akan naik di kisaran 5%—6% secara year-on-year (yoy). Apabila ketentuan SVLK untuk produk hilir dihapus pada tahun ini, nilai ekspor mebel dan furnitur dapat melonjak hingga 10% secara yoy.
Bahkan pada 2024 nilai ekspornya bisa naik paling tidak US$4 miliar, atau dua kali lipat dari tahun lalu jika pemerintah menghapus ketentuan ini.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 lalu, nilai ekspor industri furnitur Indonesia mencapai US$,16 miliar, tumbuh 5,04% dari tahun sebelumnya. Adapun, ekspor furnitur dari kayu tercatat tumbuh 3,68% menjadi US$1,34 miliar, sementara furnitur dari rotan atau bambu naik 2,67% menjadi US$115 juta.
Kata dia, SVLK hanyalah satu dari sekian banyak regulasi yang membebani pelaku usaha. Dia berharap pemerintah bisa memangkas peraturan tersebut agar industri furnitur dan kerajinan bisa terus berkembang.
Selain masalah regulasi, HIMKI juga meminta kepada pemerintah untuk membantu memberikan pelatihan kepada anggota HIMKI dalam hal pengembangan industri furnitur dan desain produk.
HIMKI berharap program pelatihan dan pengembangan tersebut bisa melibatkan BPPT karena lembaga ini diyakini dapat membantu UKM furnitur Indonesia dalam hal penerapan teknologi terkini. Pelibatan teknologi akan membuat produk furnitur dan kerajinan Indonesia semakin berkualitas dan mampu bersaing dengan produk mancanegara.
Soenoto mengingatkan bahwa kebanyakan pelaku bisnis furnitur dan kerajinan Indonesia merupakan pengusaha kecil yang selalu butuh pendampingan dalam hal perluasan pasar dan modal usaha. Sebagai pengusaha kecil, mereka masih belum paham kemana produk mereka akan dijual serta permodalan mereka yang masih minim.
Industri mebel dan kerajinan merupakan industri potensial untuk menghasilkan pendapatan negara dan mengurangi angka pengangguran. “Jika pemerintah mampu memenuhi permintaan tersebut, maka tidak lama lagi industri ini akan bisa tumbuh dua digit,” ujarnya.