Bisnis.com, BANDUNG- Zakky Gamal Yasin yang kini menjabat Direktur Utama PT Len Industri (Persero) harus menyiapkan kuda-kuda untuk memperkokoh perusahaan pelat merah sektor industri elektronika tersebut.
Pasalnya, kinerja perusahaan yang dulu bernama Lembaga Elektronika Nasional itu belum melaju kencang. Embrio Len yang berasal dari kumpulan peneliti bidang elektronika di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia masih cukup lekat.
Alhasil, meski mempunyai banyak peluang seiring dengan pesatnya kebutuhan alat elektronika di abad digital seperti sekarang, Len seolah sulit bergerak maju. Padahal, beberapa megaproyek seperti pembangunan LRT, infrastruktur TITO (trade in trade off) atau bahkan instalasi persinyalan kereta, sanggup digarap Len.
Gamblangnya, meski Len mampu menangguk pertumbuhan pendapatan, namun laba bersih tergerus. Realisasi pendapatan pada tahun lalu mencapai Rp2,32 triliun, tumbuh 3,8% dibandingkan Rp2,23 triliun pada 2015.
Sedangkan dari sisi laba yang diatribusikan ke entitas induk, Len mencetak Rp6,14miliar pada tahun lalu. Kinerja tersebut anjlok dibandingkan Rp35,72 miliar pada 2015.
Zakky selaku pucuk pimpinan Len yang baru bertugas setahun belakangan, mempunyai langkah pembaruan guna membalik kinerja perusahaan tersebut. Mantan pimpinan PT Barata (Persero) itu menyebutkan beberapa kendala yang kerap membuat Len sukar maju.
Pertama, menurutnya, orientasi unit bisnis yang selalu berorientasi pada ongkos produksi atau anggaran proyek. Padahal, kata Zakky, yang terpenting adalah orientasi menghasilkan laba.
“Jadi unit bisnis selama ini hanya sibuk menyusun anggaran proyek yang digarap, namun tak dapat menghitung laba yang bisa dihasilkan, itu yang diubah,” katanya seusai perayaan HUT ke-26 Len di Bandung, Kamis (12/10/2017).
Persoalan kedua yaitu terkait dengan renumerasi karyawan. Selama ini, karena bercikal bakal dari lembaga penelitian, penilaian kinerja karyawan dinilai amat birokratis.
“Singkatnya, karyawan diberikan gaji tidak berbasis produktivitas, melainkan rutinitas belaka. Sehingga tidak ada yang memacu karyawan, seharusnya kinerja setimpal dengan gaji, itu juga diubah,” jelas Zakky.
Berikutnya, problem ketiga adalah manajemen proyek. Saat ini, mayoritas tim lapangan Len merupakan lulusan berlatarbelakang teknik, sehingga dianggap kurang memperhatikan penjadwalan dan pengelolaan pengerjaan proyek.
“Kami kasih pelatihan kepada karyawan agar mampu lebih efisien dan tidak merugikan klien, sehingga Len tidak menanggung kerugian ke depannya,” tegas Zakky.
Persoalan terakhir yang mengakar pada tubuh Len, simpul Zakky, adalah budaya kerja yang dipersepsikan secara konvensional. “Jadi kalau saat ini budaya kerja harusnya, apa yang diterima karyawan baik itu gaji dan lainnya, tergantung pada pengerjaan proyek-proyek Len, kalau bagus berarti yang diterima bagus, kalau buruk, itu mengancam penghasilan masing-masing,” ucap Zakky.
BEBAN UTANG
Di sisi lain, sebagaimana catatan pada Laporan Tahunan, laba bersih perusahaan tergerus akibat mengongkosi beban bunga utang. Hal tersebut, menurut Zakky, karena manajemen kurang cermat mengelola arus kas perusahaan.
Hingga saat ini, banyak tagihan proyek yang telah rampung masih menggantung. “Karena jadwal proyek dan invoice tagihan memiliki jeda waktu yang lama, sehingga kami kesulitan kas, sehingga membutuhkan utang, dari utang timbul bunga yang cukup tinggi,” kata Zakky.
Karena itu, strategi menekan bunga utang pun sejalan dengan reorganisasi yang telah dirumuskan perusahaan. “Dengan memacu karyawan melalui indikator kinerja, maka akan ada perbaikan kinerja finansial, paling tidak untuk mengamankan arus kas agar tidak menggantungkan dengan utang,” simpul Zakky.