Bisnis.com, PANGALENGAN -- Ketua Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Aun Gunawan menyebut produksi susu sapi saat ini hanya mencapai 80 ton per hari.
Angka itu merosot setiap tahunnya setelah diberlakukan kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor sapi daging pada tahun 2013. Padahal, sebelum diberlakukan kebijakan tersebut produksi susu sapi KPBS bisa mencapai 140 ton per hari.
"Nah akibat dari situ, kita kena imbas. Jadi harga sapi naik dan para peternak yang mentalnya kurang siap, menjual sapinya Rp12 juta dari harga asal Rp10 juta. Jadi mereka pikir ada untungnya lah Rp2 juta," kata Aun di Pangalengan, Kamis (8/9).
Aun juga mengatakan, dampak dari penjualan sapi besar-besaran itu berefek pula kepada penurunan populasi sapi perah. Sehingga produksi susu sapi juga mengalami penyusutan.
"Tahun 2013 hingga 2015 itu produksi susu sapi hanya mencapai 60 ton per hari. Nah, setelah bangkit sekarang bisa 80 ton per hari. Di tahun 2017 ini stuck di angka itu belum bisa naik," katanya.
Aun menyebut, dari hasil produksi KPBS Pangalengan sebanyak 80% diserap oleh Industri Pengolah Susu (IPS). Sedangkan sisanya diolah menjadi berbagai produk olahan seperti yoghurt, keju, dan whip cream.
Susu peternak dibeli oleh KPBS Pangalengan seharga Rp 5.200 per kilogram (kg) untuk kualitas baik. Bagi kualitas yang di bawah bisa dibeli dengan harga Rp 4.500 per kg.
Problem yang dihadapi saat ini menurut Aun adalah merosotnya populasi sapi perah di pangalengan. Hal itu karena bibit sapi perah di Pangalengan banyak diperjualbelikan. Saat ini populasi sapi perah di Pangalengan hanya 13.000.
"Asalnya itu 22.000 sapi. Saya kehilangan 9.000. Pangalengan ini super bibit yang bagus, diambil oleh orang Lembang, Garut, atau Boyolali. Karena saya tidak bisa melarang peternak menjual sapinya. Jadi minta ada aturan dari pemerintah, kalau tidak bakal habis sapi di sini," ujarnya.