Bisnis.com, BANDUNG -- Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan (Bappelitbang) Kota Bandung telah merilis hasil survei Indeks Kebahagiaan yang dilakukan bersama Laboratorium Quality Control Departemen Statistika Universitas Padjadjaran, di Hotel El Royale Bandung, Kamis (7/9).
Hasilnya menunjukkan bahwa indeks Kebahagiaan Kota Bandung tahun 2017 sebesar 73,42 yang artinya sangat bahagia. Angka tersebut naik 0,15 dari tahun 2016.
Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menuturkan bahwa hasil survei itu merupakan cara Kota Bandung untuk melaksanakan pembangunan yang tepat sasaran. Dia ingin agar program-program pemerintah dijalankan berdasarkan data ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan.
Menurutnya, indeks kebahagiaan merupakan standar baru dalam mengukur kemajuan pembangunan. Saat ini, Kota Bandung memang sedang berupaya mengetengahkan program pembangunan yang seimbang antara fisik dan mental.
“Kami sedang mencari pembanguanan berbasis mental manusia itu harus dibikin apa. Karena tidak bisa dipukul rata,” katanya dalam keterangan resmi.
Dia mencontohkan, program akan berbeda berdasarkan kelompok usia atau berdasarkan besaran penghasilan. Program kepada warga miskin akan berbeda dengan program untuk menengah ke atas. Dia juga perlu membedakan program berdasarkan wilayah.
“Tadi kan ketahuan antapani paling bahagia. Yang paling tidak bahagia Andir. Jadi kesimpulan itulah yang dibutuhkan untuk membuat rekayasa pembangunan,” ujarnya.
Kendati demikian, dia tidak menampik bahwa metode ini masih perlu disempurnakan. Dengan demikian, hasil yang didapat akan lebih bisa akurat untuk dijadikan sebagai tolok ukur pembangunan.
“Karena ini teori baru yang tidak ada dalam mainstream yang lain, maka pasti belum sempurna,” katanya.
Ke depannya, pihaknya akan mendorong agar metode ini bisa juga digunakan untuk menerjemahkan dampak dari kebahagiaan itu. “Karena bahagia iya, tapi apakah anda naik menjadi lebih pintar, jadi berubah pola, itu belum keukur. Baru respon saja,” tambahnya.
Dia pun optimis bahwa kelak pola pengukuran ini bisa menjadi metode baru untuk mengetahui kemajuan pembangunan sebuah wilayah. “Intinya (metode) ini kita butuhkan sebagai teori baru bahwa membangun bangsa ini tidak melulu berdasarkan ukuran statistik-statistik umum,” pungkasnya.
Pengukuran kebahagiaan yang dilaksanakan dalam survei ini dilakukan menggunakan Model Dinamis Kebahagiaan yang dikembangkan oleh The New Economics Foundation (NEF 2008) yang dimodifikasi menurut konteks kekinian oleh tim survei dengan pendekatan psychological wellbeing.
Pendekatan tersebut diprioritaskan karena dianggap paling komprehensif dan berdasar pada teori theory-guded approach dalam ilmu psikologi positif. Survei ini juga dilakukan dengan kerangka kerja Badan Pusat Statistik (BPS).
Responden pada survei ini adalah kepala rumah tangga atau pasangannya. Namun berbeda dengan tahun sebelumnya, tahun ini segmentasi responden ditambah dengan kategori remaja dan keluarga miskin. Penyajian data pun disegmentasi berdasarkan kategori tersebut.
Ada 10 variabel esensial yang digunakan dalam survei ini. Kesepuluh variabel tersebut adalah pekerjaan, pendapatan rumah tangga, kondisi rumah dan aset, pendidikan, kesehatan, keharmonisan keluarga.
Selain itu hubungan sosial, ketersediaan waktu luang, kondisi lingkungan, dan kondisi keamanan. Bobot tiap variable itu dihitung secara proporsional berdasarkan data dengan teknik Analisis Faktor.
Berdasarkan hasil survei, segmentasi kepala keluarga/pasangan memiliki Indeks Kebahagiaan sebesar 73,43 (sangat bahagia), remaja 75,11 (sangat bahagia), dan kepala keluarga/pasangan warga miskin sebesar 68,58 (bahagia).