Bisnis.com, BANDUNG -- Sebuah wilayah pegunungan di Swiss melarang para pelancong yang datang ke tempat tersebut untuk berfoto. Hal itu dilakukan dalam upaya membuat para wisatawan rehat sejenak dari media sosial.
Dilansir Daily Mail, pengumuman itu dikeluarkan oleh sejumlah anggota dewan yang mewakili masyarakat Bravuogn dan telah disebarkan melalui media sosial Facebook pada Selasa pekan lalu.
Jika para wisatawan atau fotografer kedapatan berfoto maka akan didenda sebesar 5 franc Swiss atau setara Rp69.000. Keputusan tersebut memang baru diterapkan di wilayah itu.
Atas peraturan itu, tak sedikit yang menilai bahwa langkah ini adalah hal konyol bahkan aneh. Bahkan calon wisatawan mengatakan akan membatalkan perjalanannya ke resort di wilayah pegunungan itu.
Namun, ada juga yang respek dan memberi acungan jempol karena ide tersebut. "Ide yang luar biasa hebat! Benar-benar tepat!" kata salah satu pendukung peraturan.
Pengumuman ini dikeluarkan setelah adanya sebuah survei yang menemukan bagaimana teknologi mengganggu pengalaman liburan. Survei itu dibuat oleh Wyndham Vacation Rentals terhadap 1.037 koresponden dewasa asal Amerika.
Survei mencatat hampir setengah (49 persen) responden mengatakan bahwa media sosial secara negatif memengaruhi perjalanan wisata karena mereka merasa berada di bawah tekanan untuk terus-menerus memposting foto.
Di sisi lain sebuah pesan di halaman Facebook wisata Bravuogn itu menyatakan bahwa alasan utama larangan berfoto bagi turis adalah untuk mendorong suasana liburan yang menyenangkan agar lebih berbahagia.
Sementara itu, di musim panas, Bravuogn terkenal sebagai destinasi untuk hiking. Sedangkan pada musim dingin, tempat ini merupakan lokasi paling populer untuk berseluncur dan ski.
Menanggapi komentar negatif di laman Facebook, kantor pariwisata kota ini mengatakan menyadari kalau aturan baru itu tidak akan disetujui semua orang. Tapi, mereka menginginkan cara yang lebih kuat untuk mempromosikan wilayahnya dan keindahan Swiss.
Direktur Pariwisata Bravuogn Marc-Andrea Barandun mengakui, sebagian dari pelarangan ini merupakan sebuah strategi marketing.
"Latar belakang idenya tentu saja adalah bahwa setiap orang nantinya akan berbicara tentang Bravuogn. Jadi ini kombinasi keduanya, kami membuat undang-undang dan juga ada beberapa pemasaran di baliknya," katanya.