BANDUNG(bisnis-jabar.com)- Tidak dapat dipungkiri jika Bandung adalah salah satu kota yang melahirkan banyak seniman besar. Sebut saja Harry Roesli, Didi Petet, Heri Dhim, Adang Ismed, hingga Dodong Kodir. Mungkin Anda bertanya-tanya siapa nama yang terakhir disebut itu? Dodong Kodir adalah seorang seniman musik asal Bandung yang bisa dibilang nyentrik, unik dan kreatif. Keunikannya adalah alat-alat musik yang dimainkannya ia buat sendiri dari limbah atau sampah. Kreativitas Dodong membuat alat-alat musik yang berasal dari limbah ini diawali dengan rasa kepeduliannya terhadap lingkungan. “Apalagi dulu Bandung sempat terkenal dengan lautan sampah karena sampah yang menumpuk di mana-mana,” ungkap Dodong. Kepeduliannya terhadap lingkungan itu dia tuangkan dengan mendaur ulang sendiri sampah-sampah yang ada yang kemudian dijadikan alat musik. Selain itu, sejak kecil ia memang tertarik dengan segala bentuk bunyi-bunyian. Walaupun ia disekolahkan orang tuanya di sekolah teknik, tetapi jiwanya tetap haus akan seni. Peralatan-peralatan yang harusnya dipraktekan untuk disiplin ilmu bidang kajian elektro malah dia manfaatkan untuk memainkan bunyi-bunyian. Alat-alat musik Dodong menghasilkan suara-suara bernuansa alam. Misalnya, gelegar halilintar, tornado, tsunami, gemuruh longsor, dan bunyi alam lainnya. Beragam suara binatang pun dimiliki berkat bersahabat dengan sampah. Di antaranya, suara kodok, cecak, ayam, jutaan lalat terbang, monyet, gajah, macan, dan hewan lainnya. Dodong menuturkan, setiap hasil karyanya menyimpan cerita tersendiri. Misalnya, ketika terjadi bencana tsunami di Aceh tahun 2004, ia menciptakan alat musik yang bunyinya seperti bunyi ombak di pantai. Kemudian Piala Dunia di Afrika Selatan tahun 2010 lalu menginspirasinya untuk membuat alat yang berbunyi seperti auman singa. Satu hal yang unik dari alat musik limbah buatan Dodong ini adalah namanya selalu diakhiri dengan “Dong”. Misalnya untuk alat musik bass buatannya ia beri nama “Bassdong”. Ada juga “Alodong” alias alat petik dodong, kemudian “Tornadong” yang bisa menghasilkan bunyi gemuruh tornado, dan lain sebagainya. Hal ini sengaja ia lakukan sebagai ciri khas bahwa alat musik tersebut adalah buatan dirinya. Alat musik sampah buatannya ini telah membawanya berkeliling ke berbagai negara di dunia. Mulai dari tahun 1996 bersama Heri Dhim ia mengikuti sebuah pameran di Kopenhagen, Denmark. Kemudian, masih di tahun yang sama, ia tampil di sebuah acara teater musikal tiga negara, yaitu Jepang, Indonesia, dan Filipina. Tahun 2005 ia berkesempatan mengunjungi negeri para dewa, Yunani untuk tampil dalam sebuah festival wayang. Kemudian tahun 2006 ia berpartisipasi dalam acara “100 Tahun Karya Mozart” yang diselenggarakan oleh UNESCO di Paris, Perancis. Kemudian pada tahun 2008, ia mengikuti festival wayang “The First International Marionette Festival” yang bertempat di Vietnam. Masih di tahun yang sama, ia kemudian melawat ke Siprus untuk mengikuti festival wayang lainnya. Tahun 2009, ia menginjakkan kakinya di negeri matador, Spanyol. Kali ini ia berpartisipasi dalam sebuah festival yang bertajuk “Festival Internacional de Titeres de Canaries” yang diselenggarakan di kota Madrid. Lawatan terakhirnya ke luar negeri adalah pada saat ia mengunjungi Belgia tahun 2009. Saat itu ia datang bersama rombongan, yang diketuai Didi Petet. Selain memperkenalkan kebudayaan Indonesia seperti batik, kegiatan itu juga bertujuan untuk mengenang Rendra. Selain itu, mereka juga mencari dana bantuan untuk korban bencana gempa di Sumatera Barat. Beberapa alat musik sampah karya Dodong banyak yang sudah disimpan di lembaga seni luar negeri seperti di Siprus, Spanyol, hingga Meksiko. Sebenarnya Dodong ingin membuat sebuah museum di Bandung untuk menyimpan karya-karyanya yang sekarang jumlahnya sudah lebih dari 100 buah itu. Sayang sekali, biaya selalu menjadi kendala. Saat ini alat-alat musiknya sendiri disimpan di rumahnya di Cisitu Lama, Bandung. Selama masih mampu, Dodong tidak akan berhenti berkreasi menciptakan alat musik dari limbah sampah. Sesekali dia terkenang pesan dari almarhum sahabatnya, Harry Roesli. "Maneh mah geus kawin jeung runtah, tuluykeun Dong [Kamu sudah seperti menikah dengan sampah itu, lanjutkan Dong],” ujar sang sahabat. (m04/ija)
TOKOH: Dodong Kodir, Sampah Membawanya Keliling Dunia
BANDUNG(bisnis-jabar.com)- Tidak dapat dipungkiri jika Bandung adalah salah satu kota yang melahirkan banyak seniman besar. Sebut saja Harry Roesli, Didi Petet, Heri Dhim, Adang Ismed, hingga Dodong Kodir.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
4 hari yang lalu
OJK Gandeng FSS Korea Tingkatkan Pengawasan Sektor Keuangan
19 jam yang lalu