Mendiang pendiri dan eks CEO Apple Steve Jobs pernah berkata satu-satunya hal yang membuat pekerjaannya terus bergerak maju adalah dia mencintai apa yang dia lakukan. Rupanya, prinsip ini juga yang amat kuat dipegang Dendy Darman, pelopor industri kreatif clothing dan distro di Indonesia. Salah satu pemilik UNKL347, perusahaan pionir clothing Bandung ini, hingga tahun ini sudah menggeluti garmen berbasis desain ekslusif tersebut hingga 15 tahun lamanya. Karena itu, dia merasa bukan sekedar mencari uang dan menggeluti bisnis yang tengah ramai-ramainya dijagokan pemerintah ini. Lebih dari itu, Dendi merasa dirinya sedang menjalin hubungan asmara atau pacaran, sehingga ada rasa sayang, kesetiaan, dan keyakinan dengan usahanya. Jadi tak perlu heran, dia selalu jadi rujukan pelaku usaha sejenis, hingga muncul tagline popular di Kota Bandung 5 tahun lalu, ”After ten years, friends call us unkle.” Tentu, ini bukan slogan bombastis. Ucapan ini mengacu ‘ulah’ Dendi yang mampy merubahnya orientasi daerah Trunojoyo, Kota Bandung, dari semula kawasan pemukiman rumah tua, menjadi sentra clothing terbesar di Indonesia. Hal ini menular ke kota besar lainnya di Indonesia. Pria asal Makassar ini awalnya hijrah ke Kota Bandung seusai tamat dari bangku SMA untuk menimba ilmu seni dan desain di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB. Dari awal, dia membawa mimpi dan cita-cita untuk bekerja di bidang yang sangat dia cintai: Seni grafis. Mimpi itu pun mulai diwujudkannya saat masih berstatus mahasiswa. Dia menerapkan ilmu kuliah yang ia dapat di kelas. Dari situ lahirlah karya-karya grafis yang diaplikasikan pada kaos. Bersama ke-empat temannya, dia merintis usaha clothing di rumah kontrakan bernomor 347 di kawasan Dago Atas dengan sistem pesanan direct marketing --yang sampai sekarang nomor rumah itu melekat di label produk mereka. “Modal kami waktu itu Rp50.000 hanya cukup untuk satu pieces kaos dan satu media printing. Rumah itu sudah biasa jadi tempat pertemuan saya dan teman-teman, studio desain pertama kami pun di sana. Awalnya, kami mengerjakan desain cover album band-band indie. Saya senang desain, saking senangnya ga dibayar pun ga masalah,” ujar pria berusia 35 tahun itu kepada Bisnis akhir pekan lalu. Kecintaan Dendy terhadap desain grafis berlaku sampai sekarang. Malah, dia mengaku, meski sebagai wirausahawan yang punya pekerjaan seabrek, Dendy masih menyempatkan diri melayani permintaan desain dengan cuma-cuma alias gratis. “Terkadang Anda jadi bingung antara sibuk dengan pekerjaan sama ingin mengerjakan hal yang saya senangi,” ujarnya. Dari bermodalkan Rp50.000 untuk satu buah kaos, UNKL347 sekarang memiliki omzet ratusan juta rupiah setiap bulannya. Distribusinya tak lagi dari hand to hand tapi sudah berada di etalase pertokoan distro (distribution outlet) se-Indonesia, bahkan merambah negara lain. UNKL347 sendiri mulai memiliki toko yang terletak di Jalan Trunojoyo No 04 Bandung pada 2009. Produknya dikenal sangat kuat dengan ekslusifitas dan desain dekoratif yang berbeda. Produk yang ekslusif dalam artian terbatas ini, diakuin Dendy, pernah menjadi kendala awal pada usahanya. “Kendala awal kita dulu itu tidak bisa merealisasikan gagasan karena minimum quantity. Siapa sih yang mau bikinin kaos satu biji? Tapi akhirnya karena kendala ini kita banyak mendapat pelajaran, salah satunya teknik printing kaos sendiri,” katanya. Siapa sangka jika idealisme dan kecintaan ini kemudian membuatnya bisa member banyak pengaruh bagi dunia clothing umumnya dan lingkungan sekitar khususnya. Setidaknya, saat ini dia sudah memerkerjakan sekitar 70 orang untuk UNKL347. Tentu saja, kendala yang dirasakan saat awal usaha tak lagi dia hadapi. Seiring dengan perkembangan produknya, Dendy harus berhadapan dengan kendala lain. “Kami dari dulu ingin semua produk UNKL347 dibuat di Indonesia. Tapi, terkadang ada satu teknik pembuatan produk yang tidak bisa dibuat di sini tapi harus di luar negeri, kalau sudah begitu ya kita skip. Saya ingin terus memanfaatkan industri lokal,” ujarnya. Bagi pria yang sering mengikuti pameran seni grafis di luar negeri seperti di Singapura dan Selandia Baru itu, kreasi dalam desain grafis tidak pernah berhenti. UNKL347 tak lagi sekadar menjual kaos, tapi ada rentetan produk kreatif lainnya yang mendapat sentuhan seni grafis. Salah satunya, interior barang rumah tangga. Dendy menganggap inovasi yang terus dia kembangkan bersama awak UNKL347 bukanlah sebagai upaya untuk bertahan, tapi memang bagian dari pekerjaan rumah tangga yang harus diselesaikan. “Ide-ide itu seperti sudah ngantri direalisasikan. Desain itu pengaruh dari lingkungan sekitar juga, seperti saat saya menemukan tukang kursi, gimana sih caranya mendesain kursi itu, sampai sekarang saya masih produktif mendesain,” paparnya. Ide kreatif Di sisi lain, seperti masalah di industri lainnya, penjiplakan karya yang sering membuat produsen clothing gerah juga dirasakannya. Dia pun tidak melawan langsung aksi yang ia anggap bagian tindak kriminal itu. Namun mulai memutar otak dan menemukan sebuah solusi yang justru mengasah kreativitas desainer, yakni mengganti logo dan label setiap enam bulan sekali. “Memang gerah dengan penjiplakan, kok mereka tega-tega amat sih ngopi produk Indonesia. Tapi, mau gimana lagi negara juga tidak melindungi kita untuk hal-hal itu. Makanya, kita terus kabur dengan mengganti logo dan label yang mudah-mudahan bikin yang ngejar kita itu jadi males,” katanya seraya tertawa. Saat ditanya kiatnya menjalankan usaha sehingga berkembang amat pesat, Dendy mengaku tidak mendahului hasil akhir bisnis pada pekerjaannya. Menurutnya, bisnis otomatis datang sendiri saat dia sudah memiliki gagasan. “Saya percaya bahwa bisnis akan mengikuti setelah gagasan-gagasan itu direalisasikan,” ungkapnya. Dengan keahlian seni grafis yang ia miliki, pria yang sehari-sehari doyan mengenakan gaya berpakaian basic itu mengaku, tak jarang godaan untuk bekerja di tempat lain dengan penghasilan lebih besar menghampirinya. Namun, Dendy bergeming dengan tawaran-tawaran itu. Dia percaya bahwa usaha UNKL347 ini adalah jodohnya. Dan, jika sudah memiliki pekerjaan yang kita cintai, seperti diajarkan Steve Jobs, totalitas harus terus dijaga. Manusia bukan komputer yang multitask, kalau pekerjaannya terbagi tidak ada totalitas. “Jangan setengah-setengah, jangan mendua meski diiming-imingi yang lebih edan,” katanya. Mimpi buruk Dendy hanya satu, sama seperti perjalanan hubungan asmara, dia tak ingin rasa cinta pada pekerjaannya ini hilang. “Saya ingin menikmati pekerjaan ini terus sampai saya tua, dan mungkin juga unkle itu akan berganti jadi kakek-kakek, saya ga ingin rasa cinta ini sampai hilang,” katanya. Terus berkarya hingga tua, Om Dendy!
Dendy Darman, bisnis bermodal cinta
Mendiang pendiri dan eks CEO Apple Steve Jobs pernah berkata satu-satunya hal yang membuat pekerjaannya terus bergerak maju adalah dia mencintai apa yang dia lakukan. Rupanya, prinsip ini juga yang amat kuat dipegang Dendy Darman, pelopor industri kreatif clothing dan distro di Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
1 jam yang lalu
Hasil Nyata Ekosistem Pembiayaan Peternak Domba dari OJK
2 hari yang lalu