Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

4 ASN Kabupaten Cirebon Diperiksa KPK Terkait Suap PLTU 2 Cirebon, Termasuk Kadis DPMPTSP

Kepala DPMPTSP Kabupaten Cirebon Dede Sudiono, bersama tiga mantan aparatur sipil negara (ASN) lainnya diperiksa oleh KPK pada Rabu (7/5/2025).
Ilustrasi/Freepik
Ilustrasi/Freepik

Bisnis.com, CIREBON - Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Cirebon Dede Sudiono, bersama tiga mantan aparatur sipil negara (ASN) lainnya diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (7/5/2025).

Pemeriksaan ini dilakukan sebagai bagian dari pengusutan kasus dugaan suap dalam proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 2 di Kabupaten Cirebon.

Selain Dede, dalam pemeriksaan tersebut, KPK pun memanggil tiga ASN lainnya, yakni Rita Susana Supriyanti, Mahmud Iing Tajudin, dan Muhadi, untuk diperiksa sebagai saksi dalam perkara yang menyeret General Manager Hyundai Engineering & Construction, Herry Jung. 

Keempat orang tersebut diduga memiliki informasi penting terkait proses perizinan dan tahapan administrasi proyek PLTU 2 yang sempat menjadi sorotan publik sejak tahun 2017.

“Pemeriksaan terhadap empat ASN dari Pemkab Cirebon sebagai saksi dalam perkara yang sedang kami tangani,” ujar anggota Tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kemarin (6/5/2025).

Selain empat ASN aktif, KPK juga sebelumnya telah memeriksa seorang mantan pejabat Pemerintah Kabupaten Cirebon, yaitu Sono Suprapto. Ia menjabat sebagai Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak pada tahun 2017 hingga 2018.

Sono diperiksa atas dugaan keterlibatannya dalam sejumlah pertemuan lintas sektoral yang membahas keberlanjutan proyek PLTU 2. Ia disebut-sebut hadir dalam rapat-rapat strategis yang menjadi bagian dari proses perizinan dan alur komunikasi antara pemerintah daerah dengan pihak investor dan pelaksana proyek.

Pemeriksaan terhadap para saksi dilakukan untuk memperkuat konstruksi hukum dalam perkara suap yang diduga melibatkan gratifikasi sebesar Rp6,04 miliar. 

Uang tersebut disebut-sebut diberikan oleh Herry Jung kepada mantan Bupati Cirebon periode 2014–2019, Sunjaya Purwadi Sastra, sebagai bentuk komitmen untuk memuluskan proses perizinan proyek energi berbasis batubara tersebut.

Total komitmen suap yang dijanjikan kepada Sunjaya mencapai Rp10 miliar, yang dimaksudkan untuk memperlancar seluruh aspek administrasi, termasuk izin lokasi, analisis dampak lingkungan (Amdal), serta pengaturan pembebasan lahan. 

Proyek yang digarap oleh PT Cirebon Energi Prasarana (CEPR) ini memang menyedot perhatian besar karena nilainya yang mencapai triliunan rupiah serta dampak lingkungannya.

Dalam pengembangan kasus, KPK juga menetapkan Direktur Utama PT Kings Property Indonesia, Sutikno, sebagai tersangka. Ia diduga menyerahkan uang sebesar Rp4 miliar dalam konteks yang serupa, yakni untuk meloloskan proyek properti lainnya di wilayah Cirebon.

Kasus ini memperlihatkan pola relasi yang kuat antara pengusaha dan pejabat daerah dalam proses perizinan di sektor-sektor strategis.

Menurut KPK, keterlibatan pihak swasta dalam pusaran suap tersebut menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dan akuntabilitas publik di tingkat daerah. Dugaan intervensi dan permufakatan jahat dalam proses perizinan menjadi perhatian khusus dalam agenda pemberantasan korupsi di sektor energi dan infrastruktur.

Tak hanya berhenti di lingkup nasional, penyidikan kasus ini telah menjalar hingga ke luar negeri. Awal tahun 2025, KPK mengirim tim ke Seoul Central District Prosecutors’ Office di Korea Selatan untuk memeriksa sejumlah saksi warga negara asing yang diduga mengetahui aliran uang dan proses pengambilan keputusan dari internal Hyundai Engineering & Construction.

Langkah tersebut diambil sebagai bagian dari kerja sama hukum lintas negara dalam pemberantasan korupsi, sekaligus menandai bahwa aktor internasional pun dapat dimintai pertanggungjawaban dalam perkara yang berdampak pada negara mitra investasi seperti Indonesia.

Meski status tersangka Herry Jung telah ditetapkan sejak November 2019, hingga kini ia belum menjalani penahanan. Keterlambatan ini menuai kritik dari sejumlah kalangan masyarakat sipil yang menilai penegakan hukum di sektor korupsi masih menunjukkan ketimpangan ketika menyangkut pelaku asing atau korporasi besar.

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Cirebon belum mengeluarkan pernyataan resmi terkait pemeriksaan tersebut.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hakim Baihaqi
Editor : Ajijah
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper