Bisnis.com, CIREBON — Industri Bank Perkreditan Rakyat atau BPR di Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayumajakuning) mengalami tekanan pada tahun ini. Kredit yang disalurkan BPR mengalami kontraksi 3,23% menjadi Rp2 triliun.
Dana pihak ketiga (DPK) juga mengalami penurunan sebesar 1,53% menjadi Rp2,19 triliun. Penurunan ini turut berdampak pada total aset BPR, yang terkontraksi 4,79% (year on year/YoY) menjadi Rp2,72 triliun.
Di sisi lain, meskipun rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) BPR masih terjaga di angka 31,18%, rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) justru meningkat sebesar 4,04% menjadi 20,46%.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Cirebon Agus Muntholib mendorong BPR untuk meningkatkan pembiayaan kepada pelaku usaha mikro dan kecil (UMK). Langkah ini sejalan dengan Roadmap Pengembangan dan Penguatan BPR dan BPRS 2024—2027 (RP2B) yang telah dicanangkan.
Kontraksi kredit BPR di wilayahnya disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah kehati-hatian bank dalam menyalurkan kredit akibat meningkatnya risiko gagal bayar.
“Kami melihat bahwa tingkat NPL BPR yang naik menjadi 20,46% menunjukkan ada tantangan di sektor kredit. Banyak debitur yang mengalami kesulitan membayar kewajibannya, terutama di segmen usaha kecil yang masih menghadapi dampak dari perlambatan ekonomi,” ujar Agus, Kamis (19/3/2025).
Baca Juga
Agus menjelaskan, salah satu penyebab meningkatnya NPL adalah masih terbatasnya akses ke pasar bagi pelaku UMK. Selain itu, beberapa usaha mengalami penurunan permintaan akibat daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih.
“Ketika UMK mengalami kesulitan bisnis, maka dampaknya akan terasa ke sektor keuangan, termasuk BPR. Debitur yang tidak mampu memenuhi kewajiban akan menyebabkan kredit bermasalah meningkat,” tambahnya.
Meskipun DPK mengalami penurunan sebesar 1,53%, Agus memastikan kondisi likuiditas BPR di Cirebon masih dalam batas aman. Hal ini terlihat dari rasio kecukupan modal yang masih cukup tinggi di angka 31,18%.
“CAR BPR di Cirebon saat ini masih sangat baik. Artinya, secara permodalan, mereka masih cukup kuat untuk menyalurkan kredit. Namun, yang menjadi perhatian adalah bagaimana meningkatkan kembali kepercayaan masyarakat agar dana pihak ketiga bisa bertumbuh dan kredit bisa kembali disalurkan secara optimal,” jelasnya.
Menurut Agus, menurunnya DPK bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti nasabah lebih memilih menempatkan dana di instrumen investasi lain yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi atau kebutuhan likuiditas masyarakat.
Sebagai upaya memperkuat peran BPR, OJK Cirebon meminta agar bank-bank tersebut fokus menyalurkan pembiayaan ke sektor UMK. Menurut Agus, pembiayaan ke UMK bisa menjadi solusi untuk mendorong pertumbuhan kredit sekaligus memperbaiki rasio kredit bermasalah.
“Ketika UMK mendapatkan akses pendanaan yang lebih baik, mereka bisa mengembangkan usahanya dan meningkatkan pendapatan. Dengan begitu, mereka juga lebih mampu memenuhi kewajiban kreditnya, sehingga NPL bisa ditekan,” kata Agus.
Agus menyebutkan, BPR harus lebih aktif menjangkau pelaku usaha mikro dan kecil dengan skema pembiayaan yang lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Selain itu, OJK juga mengajak BPR untuk meningkatkan literasi keuangan bagi pelaku UMK agar mereka lebih siap dalam mengelola pinjaman dan bisnisnya secara lebih sehat.
Untuk memperbaiki kinerja industri BPR, Agus menyampaikan ada beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama, BPR harus lebih selektif dalam menyalurkan kredit dengan memperhatikan kapasitas bayar debitur.
Kedua, digitalisasi menjadi kunci bagi BPR untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing. Menurut Agus, BPR di Cirebon perlu beradaptasi dengan teknologi agar bisa memberikan layanan yang lebih cepat dan mudah bagi nasabah.
Ketiga, BPR perlu membangun kemitraan dengan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan asosiasi bisnis, untuk memperluas jangkauan pasar dan meningkatkan sinergi dalam mendukung sektor UMK.
“Kami berharap BPR bisa lebih aktif menjalin kerja sama dengan pemerintah daerah, koperasi, atau organisasi bisnis lainnya agar pembiayaan kepada UMK bisa lebih luas dan terarah,” kata Agus.