Bisnis.com, CIREBON- Produksi buah mangga di Kabupaten Cirebon mengalami penurunan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi mangga pada 2024 tercatat hanya mencapai 42.801 ton, lebih rendah dibandingkan capaian tahun 2023 yang mencapai 43.977 ton.
Menurut para petani, salah satu penyebab utama penurunan produksi adalah perubahan pola cuaca yang semakin sulit diprediksi. Musim kemarau yang datang lebih awal disertai curah hujan tidak menentu menghambat pertumbuhan bunga dan buah.
“Pohon mangga butuh cuaca yang stabil, tidak terlalu kering, tetapi juga tidak terlalu basah. Tahun ini curah hujan turun tidak merata, menyebabkan banyak bunga gagal menjadi buah,” jelas Rohman, petani mangga asal Sedong, Kabupaten Cirebon, Senin (10/3/2025).
Fenomena ini semakin diperparah dengan meningkatnya serangan hama, seperti lalat buah dan kutu putih, yang mengurangi kualitas hasil panen. Beberapa petani mengaku harus mengeluarkan biaya tambahan untuk pestisida, yang pada akhirnya menekan margin keuntungan mereka.
Menurut Rohman, perubahan iklim memang menjadi tantangan utama bagi para petani mangga di Cirebon.
“Kenaikan suhu global dan perubahan pola curah hujan mempengaruhi masa berbunga dan pembuahan mangga. Tanpa adaptasi pola tanam dan pengelolaan kebun yang lebih baik, produksi bisa terus menurun,” ujar Roni.
Baca Juga
Di sisi lain, harga mangga di pasaran mengalami fluktuasi tajam akibat ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan. Pada awal musim panen, harga mangga sempat anjlok karena pasokan yang melimpah, tetapi kemudian melonjak saat pasokan menipis menjelang akhir musim.
Harga mangga gedong gincu di tingkat petani sempat jatuh di kisaran Rp10.000 per kilogram. Tetapi, saat pasokan berkurang bisa naik hingga Rp20.000 per kilogram.
Namun, kata Rohman, keuntungan dari kenaikan harga di tingkat pengecer tidak selalu dirasakan petani. Rantai distribusi yang panjang serta biaya operasional yang tinggi membuat margin keuntungan tetap tipis bagi mereka.
“Kami jual ke pengepul dengan harga lebih rendah dari harga pasar. Kalau panen sedikit, keuntungan jadi tidak seberapa,” keluh Rohman.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kata Rohman, beberapa petani juga mulai beralih ke metode pertanian yang lebih modern, seperti sistem tumpangsari atau menanam tanaman pendamping untuk menstabilkan kondisi tanah.
Namun keterbatasan modal menjadi kendala utama bagi sebagian besar petani kecil di daerah ini.
“Kalau ada bantuan modal atau subsidi dari pemerintah, kami bisa mengadopsi cara-cara baru untuk meningkatkan produksi,” ujar Didi.
Penurunan produksi mangga di Cirebon juga berimbas pada sektor ekonomi lainnya, terutama industri pengolahan dan ekspor. Sejumlah pelaku usaha yang mengandalkan pasokan mangga Cirebon ini harus mencari alternatif dari daerah lain atau bahkan mengurangi produksi.
“Kami biasanya kirim mangga ke Jakarta dan Bandung untuk pasar ekspor. Kalau pasokan berkurang, otomatis produksi jus dan olahan mangga ikut menurun,” kata Rina, pemilik usaha olahan mangga di Cirebon.