Bisnis.com, GARUT - Sektor pariwisata di Kabupaten Garut pada 2024 mengalami penurunan signifikan dalam jumlah kunjungan wisatawan.
Data menunjukkan, daerah ini hanya mampu menarik 2,9 juta wisatawan, termasuk 621 wisatawan mancanegara (wisman), jauh di bawah target yang ditetapkan sebesar 3,2 juta orang.
Sebagai perbandingan, pada tahun sebelumnya, Garut berhasil menarik 3.874.395 wisatawan domestik dan 281 wisman.
Penurunan jumlah kunjungan wisatawan ke Garut pada 2024 menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri pariwisata dan pemerintah daerah. Beberapa faktor diduga berkontribusi terhadap penurunan ini, termasuk keterbatasan infrastruktur, promosi yang kurang efektif, dan persaingan dengan destinasi wisata lain.
Daya dukung infrastruktur, seperti jalan yang mulus dan penerangan jalan umum (PJU), masih terabaikan oleh pemerintah daerah. Padahal, wisatawan menginginkan akses jalan yang baik menuju destinasi wisata.
"Jalur yang menuju destinasi wisata di Garut sudah seharusnya diperbaiki untuk kenyamanan dan keamanan wisatawan. Mereka tentu tidak ingin di perjalanan yang berkelok terdapat banyak lubang," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Garut, Nurdin Yana beberapa waktu lalu.
Baca Juga
Kondisi jalan yang buruk tidak hanya merugikan wisatawan tetapi juga pelaku usaha yang menggantungkan hidupnya dari aktivitas kepariwisataan. Pendapatan daerah dari pajak pelaku usaha kepariwisataan cukup besar, sehingga infrastruktur yang baik harus dinikmati pula oleh sektor tersebut.
Jumlah kunjungan wisatawan pun diprediksi akan diperparah oleh kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintah pusat mulai berdampak signifikan pada sektor usaha perhotelan dan restoran di Kabupaten Garut.
Sejumlah pelaku usaha mengeluhkan pembatalan reservasi oleh instansi pemerintah, yang berimbas pada menurunnya tingkat hunian hotel dan omset restoran.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Garut Deden Rochim mengatakan kondisi ini telah dirasakan dalam beberapa pekan terakhir. Sejumlah hotel dan restoran yang selama ini mengandalkan kunjungan dari acara-acara pemerintah mengalami pembatalan pesanan secara mendadak.
"Dampaknya sudah jelas terasa. Ada banyak pembatalan reservasi dari berbagai instansi, mulai dari kementerian hingga dinas di tingkat kabupaten," ujar Deden.
Berdasarkan data sementara yang dihimpun PHRI Garut, setidaknya ada 13 pembatalan reservasi di empat hotel dalam beberapa minggu terakhir. Pembatalan ini datang dari berbagai instansi pemerintah yang sebelumnya telah memesan kamar dan fasilitas pertemuan untuk berbagai kegiatan.
Bukan hanya para pemilik usaha yang merasakan imbas dari kebijakan ini, tetapi juga ribuan pekerja yang menggantungkan hidupnya pada sektor perhotelan dan restoran. Data PHRI menyebutkan bahwa lebih dari 7.000 orang di Kabupaten Garut bekerja di industri ini.
Deden menjelaskan, jika situasi ini terus berlanjut, banyak hotel dan restoran yang terpaksa melakukan pengurangan tenaga kerja atau bahkan menutup usahanya.
"Kami tidak hanya bicara soal bisnis besar. Ada banyak karyawan yang bergantung pada sektor ini. Jika hotel dan restoran sepi, mereka yang pertama kali terkena dampaknya," ujarnya.
Kondisi ini membuat pelaku usaha semakin waspada dan mulai mencari strategi alternatif agar industri tetap berjalan meski tanpa dukungan dari acara-acara pemerintahan.