Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Program Pangan Prabowo Beri Angin Segar untuk Pengusaha Garam Tanah Air

AIPGI menilai progam pangan yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto akan memberikan peluang sektor ini bertumbuh signifikan.
Pekerja tampak beraktivitas di sentra produksi PT Garam (Persero) /Dok. PT Garam
Pekerja tampak beraktivitas di sentra produksi PT Garam (Persero) /Dok. PT Garam

Bisnis.com, BANDUNG— Mulai bekerjanya pemerintahan di bawah Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam lima tahun ke depan membawa angin segar bagi pelaku usaha garam di Indonesia.

Pengusaha garam yang tergabung dalam Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) menilai progam pangan yang dicanangkan oleh Prabowo akan memberikan peluang sektor ini bertumbuh signifikan.

“Saya menyambut baik dan mengucapkan selamat serta sukses atas dilantiknya Pak Presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Saya yakin Pak Prabowo memiliki karakter kepemimpinan yang kuat,” ungkap Ketua Umum AIPGI Cucu Sutara, belum lama ini.

Terlebih, saat ini pemerintah akan fokus pada upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi hingga 8% dan juga menyiapkam Indonesia Emas 2045 mendatang.

Untuk itu, pengusaha industri garam menantang para pihak termasuk pemerintah untuk mendorong inovasi teknologi agar produksi garam lokal memiliki kualitas tinggi. 

Menurut Cucu, saat ini produksi garam di dalam negeri masih belum mampu memenuhi kebutuhan industri. Terutama di sektor-sektor strategis seperti aneka pangan dan farmasi. 

Padahal sektor ini membutuhkan pasokan garam yang besar yang selama ini dipenuhi dengan mengimpor dari negara lain. Sementara itu, garam lokal yang diproduksi para petani belum mampu mencapai standar kualitas yang dibutuhkan oleh sektor industri.

"Garam ini persoalan keniscayaan dan keterpaksaan. Sampai hari ini, petambak garam lokal belum bisa mencukupi kebutuhan industri kita," ungkap Cucu. 

Sehingga, untuk memenuhi kebutuhan garam di ragam industri, pemerintah harus mengimpor garam salah satunya dari Australia yang memang memiliki kapasitas produksi garam yang tinggi.

Padahal, jika pemerintah bisa fokus untuk meningkatkan skala produksi petani garam lokal, setidaknya kebutuhan 4,3 juta ton garam setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan industri bisa menjadi peluang usaha yang menjanjikan.

Pasalnya, hingga saat ini produksi dalam negeri hanya berkisar 1,9 juta ton. Itu pun jika tidak ada cuaca ekstrem seperti curah hujan yang tinggi. Jika itu terjadi, dapat dipastikan produksi garam akan merosot drastis, yang akhirnya mendorong lagi volume impor garam untuk memenuhi kebutuhan domestik.

Dia mengamini, salah satu kendala utama adalah kualitas garam lokal yang sulit untuk mencapai minimal standar industri. Garam yang dibutuhkan untuk sektor seperti aneka pangan dan farmasi harus memiliki kadar NaCI di atas 97,5% serta kadar air rendah, sekitar 0,5%. 

“Sayangnya, garam lokal kita masih diproduksi secara tradisional dan sangat bergantung pada kondisi cuaca. Jika tidak ada musim panas, maka produksi garam pun tidak akan maksimal,” jelasnya.

Sehingga, sudah waktunya pemerintah melihat sektor ini sebagai peluang untuk dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi baru di Indonesia. Karena, memang tidak semua negara bisa memproduksi garam. Dan inilah menjadi peluang besar bagi Indonesia.

Cucu juga menantang adanya inovasi teknologi yang dapat meningkatkan kualitas produksi garam di Indonesia. 

"Kita menyambut baik jika ada teknologi yang bisa membantu menghasilkan garam berkualitas tinggi. Ini penting untuk meningkatkan daya saing kita di pasar global," tambahnya.

Selain itu, banyak juga persepsi yang salah terkait potensi produksi garam di Indonesia. Bahwa semua air laut bisa diproduksi garam. Padahal hanya di pantai tertentu. 

“Banyak yang berpikir Indonesia bisa memproduksi garam banyak karena memiliki garis pantai yang panjang. Padahal tidak semua pantai bisa digunakan untuk produksi garam. Garam membutuhkan hanya karakteristik laut tertentu," jelasnya.

Dia menyontohkan, beberapa wilayah di Indonesia seperti Indramayu dan Cirebon yang memang hingga kini menjadi penghasil garam terbesar di Jawa Barat. Namun, ia tidak melihat potensi yang sama di garis pantai lain, seperti pantai selatan yang memang tidak memiliki karakteristik untuk diproduksi menjadi garam.

Cucu juga menilai, peningkatan hasil garam petani tradisional juga menjadi pola hilirisasi yang selaras dengan tujuan pemerintah. Sehingga ada penambahan nilai dari barang yang diproduksi petani, yang muaranya akan mengarah pada kesejahteraan petani garam tradisional.

Cucu juga menekankan pentingnya kolaborasi dan sinergi antara kementerian, lembaga, dan para pemangku kepentingan untuk mencapai tujuan tersebut. Dia berharap kepemimpinan baru dapat mendorong langkah-langkah progresif, tanpa adanya ego sektoral.

“Tentu saya menyambut baik kepemimpinan baru ini, dengan catatan harus ada sinergi dan kolaborasi inklusif antara kementerian, lembaga, serta seluruh stakeholder. Kita harus hilangkan ego sektoral demi tercapainya tujuan bersama,” tegasnya menanggapi gemuknya kementerian Prabowo-Gibran. 

Dia berharap, kepemimpinan baru ini dapat fokus pada pengurangan kemiskinan dan pengangguran. Hal ini sejalan dengan target pemerintah untuk menjadikan Indonesia maju dan sejahtera atau Indonesia emas 2045.

“Pada akhirnya, yang menjadi tujuan kita adalah Indonesia maju, dengan pengurangan kemiskinan dan pengangguran. Selama program-program yang ada fokus pada tujuan tersebut, saya yakin semuanya bisa tercapai,” pungkasnya.

Sementara itu, Business Development Manager PT Agronesia Bulan Kalismaya mengatakan, setidaknya untuk Jawa Barat saja, ada lebih dari 1.400 industri yang membutuhkan bahan baku garam yang berkualitas baik.

“Ini menjadi peluang besar untuk meningkatkan mutu dari garam petani,” ungkap dia kepada Bisnis.

Pihaknya memang saat ini tengah berproses membangun salt washing plant yang akan berfokus pada peningkatan kualitas garam. 

Sehingga, akan ada kolaborasi dengan petani lokal untuk meningkatkan kualitas garam dari yang biasanya K4 atau K3, hingga menjadi K1 standar industri.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dea Andriyawan
Editor : Ajijah
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper