Bisnis.com, BANDUNG — Potensi panas bumi di Jawa Barat bisa menjadi tulang punggung utama penerapan energi baru terbarukan (EBT).
Goverment Relation Manager PT Star Energy Geothermal Bagus Krisna Tandia mengatakan pihaknya siap menjadi tulang punggung Jawa Barat mengoptimalkan potensi EBT terutama dari sisi pasokan panas bumi.
“Kami adalah penghasil daya panas bumi terbesar di Indonesia dan salah satu yang terbesar di dunia,” tuturnya dalam diskusi media Energi Baru Terbarukan yang digelar Star Energy dan Pokja PWI Gedung Sate di Bandung, Senin (20/12/2021).
Tiga lokasi panas bumi yang dioperasikan Star Energy Geothermal saat ini berada di Gunung Salak (Sukabumi dan Bogor), Darajat (Garut) dan Wayang Windu (Kabuapaten Bandung) yang kini dikelola Star Energy.
“Dari tiga titik tersebut, kapasitas yang dihasilkan mencapai 875 MW, jadi 70 persen pasokan panas bumi di Jawa Barat dari kami,” katanya.
Bagus memastikan energi panas bumi bisa memberikan kestabilan pembangkitan energi di tahap transisi Indonesia (2021-2035) seperti yang tertera dalam peta jalan energi menuju karbon netral dari Kementrian ESDM.
"Kenapa panas bumi penting karena sumber energi ini berkelanjutan, bersih, bisa diandalkan. Berdasarkan peta jalan transisi energi menuju karbon netral, sampai 2035 panas bumi masih biasa diharapkan sampai teknologi surya atau bayu bisa mengambil alih," tuturnya.
Menurutnya investasi di panas bumi memang membutuhkan biaya tinggi dengan resiko gagal yang sama besarnya. Namun sejauh ini Star Energy mampu mengelola dan mengoperasikan tiga titik panas bumi dengan baik. Bahkan, bisa menjadi penyelamat saat peristiwa mati listrik besar 2019 lalu.
“Jadi begitu listrik mati itu, kita yang pertama diaktifkan. Kita turut menstabilkan jaringan listrik PLN saat itu,” ujarnya.
Bagus memastikan alasan panas bumi tetap harus dikembangkan dalam proses transisi EBT di Indonesia. Menurutnya panas bumi terbukti ramah lingkungan karena bukan merupakan energi fosil dimana pelepasan karbon ke atmosfir sangat rendah.
“Cocok sekali untuk dioperasikan sepanjang waktu (24/7/365) sebagai sumber daya baseload yang stabil tanpa tergantung cuaca dan fenomena iklim lainnya,” tuturnya.
Terlepas relatif tingginya biaya investasi per kilowatt terpasang, panas bumi cukup kompetitif biaya per-kWh yang dihasilkannya karena tingginya faktor ketersediaan dan tanpa biaya bahan bakar. “Kita sedang berjuang menurunkan emisi, sehingga 2050 nanti kita bisa me-nolkan emisi, bahkan mudah-mudahan negatif,” katanya.