Bisnis.com, BANDUNG - PT Bio Farma (Persero) sebagai Induk Holding BUMN Farmasi, terus melakukan transformasi sebagai pilar dari ketahanan kesehatan nasional. Pandemi Covid-19 menjadi tantangan terbesar Bio Farma sebagai induk Holding BUMN Farmasi, yang baru dibentuk pada 31 Januari 2020, atau tepat dua bulan sebelum pandemi.
Holding BUMN Farmasi dibentuk dengan Bio Farma sebagai Induk dan Kimia Farma dan Indofarma sebagai dua anak perusahaan, sehingga menjadikannya perusahaan farmasi terbesar, dengan 13 pabrik, 78 jaringan distribusi dan 1.300 jaringan apotek serta 560 laboratorium di Indonesia.
Dengan visi Holding BUMN Farmasi, menjadi perusahaan farmasi yang berdaya saing global, Bio Farma melakukan beberapa transformasi dalam upaya untuk menata portofolio produknya, meningkatkan utilisasi pabrik dengan fokus dan melakukan integrasi proses bisnis perusahaan.
Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan penataan ulang portofolio produk Holding Bio Farma terutama untuk Kimia Farma dan Indofarma, menjadi prioritas. Sehingga, pada masa yang akan datang, Kimia Farma dan Indofarma, akan memiliki diversitas dan fokus jenis produk yang berbeda.
“Penataan ulang portofolio produk ini, menjadi prioritas kami, mengingat produk Kimia Farma dan Indofarma, ada yang saling beririsan. Hal ini kami lakukan agar dapat memenuhi kebutuhan pemerintah akan obat dan dapat menurunkan harga produk yang saling bersaing. Dan kami sudah menetapkan jenis produk apa saja yang akan dihasilkan oleh masing-masing entitas baik Kimia Farma yang akan menghasilkan produk chemical, dan Indofarma menghasilkan produk herbal dan alkes,” ujar Honesti.
Kinerja Holding BUMN Farmasi Semester I 2021
Dengan adanya penugasan dari pemerintah untuk penanganan Covid-19 seperti penyediaan vaksin Covid-19, obat-obatan, multivitamin, serta alat kesehatan, kinerja keuangan Holding BUMN Farmasi pada semester I 2021 meningkat 164% yoy, dari Rp5,78 triliun pada 2020, menjadi Rp15,26 triliun.
Secara detail, pendapatan Bio Farma sendiri, didapat dari realisasi pendapatan penugasan yang mencapai Rp8,12 triliun, yang terdiri dari Rp7,97 triliun program vaksin Covid-19 dan Rp144,30 miliar, didapat dari program Vaksinasi Gotong Royong (VGR).
Untuk anggota Holding BUMN Farmasi, Kimia Farma membukukan pendapatan pada semester I 2021 sebesar Rp5,56 triliun. Sedangkan untuk Indofarma, pendapatan semester I 2021 mencapai Rp849,33 miliar.
“Untuk Bio Farma sendiri, penjualan kami tanpa penugasan Covid-19, masih bisa mencapai Rp985 miliar, yaitu mencapai 84,39% dari yang ditargetkan pada Semester I 2021,” ungkap Honesti.
Menghadapi pandemi, Bio Farma berhasil menciptakan inovasi produk berupa kit diagnostik untuk mendeteksi virus Covid-19, berupa rapid test polymerase chain reaction (RT-PCR) yang diluncurkan pada semester I/2020 oleh Presiden Joko Widodo.
Selain meluncurkan produk RT PCR Kit, Bio Farma Kembali meluncurkan inovasi terbaru yaitu Bio Saliva, alat uji untuk mendeteksi Covid-19 dengan metode kumur (gargling). Bio Saliva ini merupakan pelengkap dari produk sebelumnya yaitu mBioCov19. Gargle PCR memiliki sensitifitas hingga 95% sehingga dapat digunakan sebagai alternatif selain gold standar SWAB Nasofaring-Orofaring menggunakan PCR Kit. Keunggulan produk ini merupakan produk non invasif yang memberikan kenyamanan terhadap orang yang akan di PCR.