Bisnis.com, BANDUNG—Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat terus melakukan koordinasi dengan sejumlah pihak terkait ancaman mogok dari para produsen tahu dan tempe akibat terus tingginya harga kedelai dan kelangkaan di sejumlah pemasok.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat Eem Sujaemah mengatakan sejak Januari 2021 lalu pihaknya bersama Satgas Pangan, Dinas Ketahan Pangan dan Peternakan, juga Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) menggelar operasi pasar sesuai arahan Kementerian Perdagangan dan Badan Ketahan Pangan Kementerian Pertanian.
Operasi pasar dilakukan mengingat harga jual kedelai di pasaran sejak Desember 2020 terus mengalami kenaikan.
Namun upaya operasi pasar ini tidak bisa memenuhi kebutuhan produsen yang terus tinggi, sementara pasokan impor kedelai semakin susut. Tingginya kebutuhan kedelai dalam negeri tidak bisa diimbangi oleh besaran pasokan dari importir.
“Berdasarkan keterangan Kementerian Perdagangan importir lagi susah, Amerika sebagai importir lagi banyak permintaan. Kedelai di kita ada, tidak langka namun harganya mencapai Rp10.500—Rp10.700 per kilogram,” katanya di Bandung, Kamis (27/5/2021).
Menurutnya kedelai berbeda dengan komoditas lain mengingat masih mengandalkan pada impor. Pihaknya saat ini masih menunggu arahan dan kebijakan teknis dari Kementerian Perdagangan dan Badan Ketahan Pangan Kementerian Pertanian terkait solusi agar urusan kedelai ini tidak terjadi kelangkaan.
Pihaknya juga memastikan bahwa dari informasi yang didapat dari Gakoptindo, tidak ada perintah agar produsen tempe dan tahu melakukan mogok produksi. “Mungkin ada yang mogok tapi tidak semuanya, pemerintah tidak tinggal diam kok,” ujarnya.
Salah satu solusi dari Gakoptindo pada para produsen menurut Eem adalah produsen tidak mogok produksi dan disarankan untuk menaikkan harga jual maksimal 30 persen.
“Kalau tahu tempe naik 30 persen, itu tidak akan jadi masalah, secara organisasi Gakoptindo tidak menyarankan libur produksi, kalau dia mogok implikasinya malah akan lebih banyak,” tutur Eem.
Pihaknya sendiri mengaku pilihan menaikan harga produksi menjadi solusi jangka pendek yang bisa ditempuh oleh para produsen ketimbang mogok produksi. “Sambil kita menunggu kebijakan lebih lanjut dari Kementerian Perdagangan,” ujarnya.