Bisnis.com, BANDUNG — Asosiasi TV Digital dan Kabel, yakni ATSDI, GO TV Kabel, ALAMI, dan BOA ICTA, menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) untuk bersama menciptakan penyiaran yang profesional dan berdaya saing.
Penandatanganan nota kesepahaman tersebut merupakan langkah awal untuk bersama pemerintah mendorong percepatan migrasi dari TV analog ke TV digital pada 2020 mendatang.
Sekjen Asosiasi Televisi Digital Indonesia (ATSDI) Tulus Tampubolon menuturkan, dengan melakukan migrasi dari TV Analog ke TV Digital, akan menghasilkan keuntungan ratutan triliun. Pasalnya, ia menilai penggunaan frekuensi yang saat ini digunakan lebih banyak membuang uang ketimbang saat menggunakan digital.
Dengan demikian, maka akan terjadi efisiensi pada penggunaan digital untuk negara yang dapat dialihkan ke sektor lainnya untuk pembangunan kerakyatan. Terlebih, ia mengklaim penyiaran menjadi salah satu denyut nadi sebuah bangsa, dalam mencerdaskan masyarakat sekaligus kontrol terhadap kemajuan demokrasi bangsa.
"Presiden Joko Widodo mendengungkan SDM unggul, tentu harus disikapi dengan langkah kongkrit, penyiaran digitalisasi sebuah keniscayaan, karena menghasilkan teknologi yang luar biasa efisien dan inovatif, kita tidak bisa meninggalkan peran tv analog, tetapi dunia telah bermigrasi, oleh karena itu kita harus memacu ketertinggalan itu," jelas Tulus, di Hotel Papandayan Bandung, Jumat (6/12).
Untuk mewujudkan semua itu, Tulus menilai pemerintah harus menggandeng peran asosiasi dan swasta dalam membangun infrastruktur migrasi TV digital tersebut.
Tulus mengatakan pemerintah telah memberikan komitmen lewat TVRI melalui proses legislasi undang undang penyiaran, dan TV digital sudah melakukan penyiaran digital lebih dari 12 ibu kota provinsi, dan di tahun 2020 TV digital akan bersiar Di 34 ibu kota Provinsi di Indonesia.
"Konten merupakan ruh dari penyiaran, dan akan menjadi rebutan, oleh karena itu konten berkualitas menjadi intinya. Ada 3 peran penyiaran yang wajib dijunjung, yaiti edukasi entertain dan kontrol," kata Tulus.
Senada dengan Tulus, Ketua satu GO TV Kabel Hadi Erawan menuturkan, Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) adalah korporasi bisnis yang besar, sehinga pengelola TV Kabel sering merasa diintimidasi apabila menyiarkan siaran untuk masyarakat yang tidak terjangkau frekuensi.
"Di wilayah blank spot, TV kabel hadir di tengah masyarakat, kami sering diintimidasi bahkan berujung pada gugatan hukum, karena chanel siarannya hadir di kami, padahal TV kabel dianggap pahlawan di wilayah yang blank spot tersebut, karena siaran nasional dapat dinikmati masyarakat," kata Hadi.
Untuk itu Hadi meminta pemerintah, dapat memerhatikan kehadiran TV kabel dengan kebijakan yang berkeadilan sebagai upaya mewujudkan sistem penyiaran yang bermanfaan dan mencerdaskan masyarakat.
Di tempat yang sama Ketua BOA ICTA Sujiono mengatakan, pihaknya telah mengikuti proses administrasi yang sesuai dengan kebijakan pemerintah, sehingga mengharapkan perhatian dan keadilan dari pemerintah, dengan regulasi yang tidak merugikan. (K34).