Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan masa Pemilu serta masa Lebaran menjadi salah satu pemicu neraca perdagangan mengalami defisit besar di bulan April 2019.
"Bisa jadi karena banyaknya keputusan yang diambil itu harusnya Januari sampai Maret, tapi akhirnya terealisasi bulan April karena menunggu Pemilu. Kemudian juga karena mengejar masa sebelum Lebaran, akhirnya membuat decision banyak yang dikejar di bulan April ini, sehingga semua menumpuk pada bulan April," kata Menkeu usai menjadi pembicara di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Rabu.
Namun Sri Mulyani menjelaskan bahwa itu masih asumsi dan ia mengatakan akan meninjau lagi komposisi apa yang mempengaruhi defisit neraca perdagangan. Beberapa saat sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis nilai neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 mengalami defisit sebesar US$2,5 miliar, yang disebabkan oleh defisit sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar US$1,49 miliar dan US$1,01 miliar.
Kepala BPS Suharyanto dalam paparan mengatakan pada April 2019 ekspor mencapai US$12,6 miliar, turun 10,80% dibandingkan Maret 2019 yang senilai US$14,12 miliar.
"Kalau dibandingkan posisi April 2018, ekspor mengalami penurunan sebesar 13,10 persen dari 14,5 miliar dolar AS," katanya.
Sementara itu impor April 2019 yang tercatat US$15,10 miliar, naik dari Maret 2019 sebesar 12,25% senilai US$13,45 miliar. Kenaikan terjadi pada impor migas sebesar 46,99% dan nonmigas sebesar 7,82%.
Meski demikian, Suharyanto menyebut capaian impor April 2019 itu masih lebih kecil dibandingkan dengan nilai impor April 2018 sebesar US$16,16 miliar.
"Ada beberapa komoditas yang dapat dikendalikan impornya sehingga total nilai impor April 2019 lebih kecil dibandingkan April 2018," katanya.
Secara kumulatif, neraca perdagangan sepanjang Januari-April 2019 mengalami defisit sebesar US$2,56 miliar. Defisit terjadi karena migas defisit US$2,7 miliar karena hasil minyak yang menurun. Sementara nonmigas mengalami surplus sebesar US$204,7 juta.