Bisnis.com, JAKARTA - Kendati mayoritas pelaku industri musik menolak RUU Permusikan dan menyepakati pembatalan beleid itu, upaya untuk melakukan sertifikasi kepada para musisi masih terus berjalan.
Padahal, salah satu poin yang ditolak oleh para musisi dalam RUU Permusikan adalah adanya sertifikasi untuk pelaku industri musik. Sebab sejauh ini tidak ada acuan jelas dan rinci mengenai kriteria, syarat, serta tata cara formal untuk menjadi seorang musisi.
Kesepakatan untuk membatalkan RUU Permusikan dicapai dalam Konferensi Meja Potlot yang digagas oleh Slank, beberapa waktu lalu. Semenjak itu, polemik mengenai draf ini sedikit mereda.
Sementara itu, upaya untuk mempraktikkan sertifikasi musisi itu terlihat dari aksi Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri. Menurutnya, perlindungan terbaik bagi musisi adalah perlindungan terhadap skill yang mereka miliki. Wujud dari perlindungan tersebut, kata dia adalah melalui sertifikasi profesi.
"Perlunya sertifikasi profesi bagi para pemusik agar mereka terkualifikasi dan terjamin kehidupannya karena perlindungan terbaik adalah perlindungan skill," kata dia pada acara musik bertajuk 'Seni Sebagai Pemersatu Bangsa' di Depok, akhir pekan lalu.
Untuk mendukung terciptanya sertifikasi profesi bagi pemusik, kata dia, maka pemerintah akan membuat pusat pelatihan dan sertifikasi musik. Hanif melanjutkan, di luar negeri pengamen di jalan sudah tersertifikasi, sehingga skill mereka diakui dan dilindungi melalui sertifikasi profesi tersebut.
"Makanya kita sering melihat di video-video, pengamen jalanan di Eropa main musiknya bagus banget karena keahlian mereka telah tersertifikasi. Soal skema seperti apa, kami serahkan ke musisi," sambungnya. Menurut Hanif, sertifikasi profesi bagi pemusik harus segera diwujudkan karena itu merupakan senjata untuk memenangkan persaingan.
Selain itu, Hanif juga menyoroti pentingnya membangun ekosistem permusikan yang kondusif. Bagaimana menciptakan ruang publik yang ramah bagi para musisi jalanan yang tidak memiliki panggung untuk tampil.