Bisnis.com, JAKARTA - Kewajiban memberikan pelayanan perlindungan jemaah dan petugas umrah meliputi asuransi jiwa, kesehatan, dan kecelakaan menjadi peluang untuk memperbesar pasar industri asuransi syariah. Untuk itu, Otoritas Jasa Keuangan mendorong semua pihak agar dapat menangkap peluang pasar ini.
Pasal 13 Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, salah satunya mengatur kewajiban penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) memberikan pelayanan perlindungan bagi jemaah dan petugas umrah. Pasal 20 (1a) mengatur pelayanan perlindungan jemaah dan petugas umrah meliputi asuransi jiwa, kesehatan, dan kecelakaan. Besaran pertanggungan asuransi atau nilai manfaat sesuai dengan ketentuan dalam asuransi perjalanan.
Plt Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK Mochamad Ihsanuddin menyampaikan, kewajiban memberikan pelayanan perlindungan bagi jamaah dan petugas umrah telah tertuang dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 2015, yang kemudian direvisi menjadi PMA Nomor 8 Tahun 2018. Minimnya sosialisasi menyebabkan belum banyak PPIU yang menjalankan ketentuan ini.
Padahal, menurutnya, jumlah jemaah umrah asal Indonesia sekitar 1,5 juta jemaah per tahun dan menunjukkan tren meningkat, seharusnya menjadi peluang untuk memperbesar pasar industri asuransi syariah.
Berdasarkan data AASI per Desember 2017, aset syariah sebesar Rp40,5 triliun atau 5,79% dari total aset industri perasuransian nasional. Adapun, kontribusi [premi] syariah sebesar Rp13,9 triliun atau 5,04% dari total premi industri perasuransian nasional.
Dengan porsi sekitar 5%, angka tersebut reatif rendah dan belum signifikan untuk menopang perekonomian nasional secara makro. Angka tersebut sekaligus menggambarkan peluang dan potensi besar yang masih dapat digali para pelaku industri asuransi syariah.
Indeks literasi asuransi syariah di Indonesia tercatat masih sangat rendah yakni sekitar 2,51%. Artinya, di antara 1.000 orang, hanya ada 25 orang yang mengerti dan memahami asuransi syariah.
Meski demikian, kontribusi yang dibukukan industri perasuransi syariah Indonesia meningkat sebesar 13.85% dan dari sisi aset juga tercatat peningkatan sebesar 21,9% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
"Dengan potensi yang ada seharusnya penetrasi asuransi syariah besar," katanya kepada Bisnis usai peresmian Graha AASI (Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia), Kamis (29/3/2018).
PMA Nomor 8 Tahun 2018 seharusnya menjadi momentum bagi pelaku industri asuransi syariah untuk menangkap peluang pasar ini. Namun demikian, pelaku industri asuransi syariah juga menghadapi tantangan.
Dia mengakui regulasi tersebut tidak mengatur secara tegas asuransi jiwa, kesehatan, dan kecelakan dicover oleh perusahaan asuransi syariah. Hal ini menyebabkan asuransi syariah berebut pasar jemaah umrah dengan asuransi konvensional.
Oleh karena itu, kata dia, OJK berencana mengumpulkan asosiasi penyelenggara perjalanan ibadah umrah, pelaku industri asuransi syariah, dan Kementerian Agama guna menangkap peluang ini. Dia menargetkan, forum group discusion dapat terselenggara sebelum Ramadhan tiba. Sebab, pasar jemaah pada momen Ramadhan biasanya akan lebih besar.
Pihaknya juga akan melakukan sosialisasi lebih masif kepada pelaku industri asuransi syariah dan penyelenggara perjalanan ibadah umrah terkait ketentuan ini. Selain itu, pihaknya mendorong industri perasuransian syariah nasional dapat melakukan inovasi produk dan memanfaatkan teknologi informasi untuk menangkap pasar yang lebih besar.
"Kami akan memfasilitasi melalui FGD untuk membahas bagaimana caranya menangkap peluang ini. Karena kan sudah ada aturannya. Apakah bentuknya konsorsium, apakah perlu petunjuk teknis atau lainnya, itu menjadi kewenangan Kemenag. Kami buka komunikasi supaya mereka [PPIU] menggunakan asuransi syariah," imbuhnya.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Syariah (AASI) Ahmad Sya'roni meyakini pasar jemaah umrah dapat meningkatkan pangsa pasar industri perasuransian syariah, meskipun tidak disampaikan proyeksi angkanya. "Potensinya cukup besar. Dengan masa tunggu haji yang semakin panjang, maka potensi industri jemaah umrah jauh lebih besar lagi," katanya.
Namun demikian, diakuinya, tidak mudah bagi industri asuransi syariah menggarap potensi ini. Sebab, mereka harus berebut pasar dengan industri asuransi konvensional. Total anggota AASI sebanyak 61 perusahaan asuransi syariah dan 10 broker.
"Kami berharap pada akhirnya ada fatwa dari DSN [Dewan Pengawas Syariah] bahwa wisata rohani, khususnya umrah, maka asuransinya syariah," imbuhnya.