Bisnis.com, JAKARTA--Operator seluler siap melakukan pemblokiran tahap kedua per 1 April 2018 untuk panggilan suara dan SMS masuk terhadap pengguna SIM prabayar yang belum melakukan registrasi ulang.
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi mengatakan pemblokiran bertahap sesuai dengan keputusan BRTI yakni dimulai dengan penghentian akses panggilan suara dan SMS keluar pada 1 Maret dan pemblokiran panggilan suara dan SMS masuk mulai 1 April.
Terakhir, pada 1 Mei blokir total baru dilakukan. Sesuai dengan jadwal tersebut, operator siap melakukan pemblokiran tahap kedua yakni menutup akses panggilan suara dan SMS masuk.
"Jadi mulai tanggal 1 April 2018 operator akan melakukan blokir telepon masuk dan SMS masuk,"ujarnya saat dihubungi Bisnis, Kamis (29/3/2018).
Kendati program registrasi ulang kartu seluler prabayar telah berjalan selama lima bulan, dia belum bisa memperkirakan jumlah pasti kartu seluler prabayar yang aktif dan belum melakukan registrasi. Pasalnya, kemungkinan kartu tersebut masih belum tersalur ke pelanggan akhir.
Padahal, sebelumnya, pada 28 Februari ketika kesempatan pertama registrasi ulang ditutup dengan jumlah 305 juta terdaftar, diprediksi bahwa nomor seluler prabayar yang aktif kemungkinan sebanyak 376 juta nomor. Sementara itu, dari data per Senin (19/3/2018), tercatat 360,31 juta nomor seluler prabayr telah terdaftar.
"Sulit mengidentifikasi persis berapa persen yang belum registrasi ulang karena jumlah pelanggan eksistingnya tidak pasti,"katanya.
Dia pun berharap di waktu yang tersisa sebelum blokir total berjalan, para pelanggan seluler menggunakan kesempatan terakhir ini untuk mendaftarkan nomornya menggunakan data kependudukan yang valid. Di samping itu, pihaknya terus melakukan sosialisasi juga melibatkan operator dengan menawarkan sejumlah promosi untuk mendorong konsumen.
Ketut mengakui bila banyak konsumen memanfaatkan masa pemblokiran bertahap untuk bisa menikmati paket data dari kartu perdana tanpa harus melakukan registrasi. Ketut memprediksi bahwa konsumen baru akan memanfaatkan kesempatan pada jelang hari terakhir tenggat registrasi.
Sebagai gambaran, dari data per Senin (19/3/2018), Telkomsel memblokir 13 juta nomor, Indosat 11,6 juta nomor dan XL 9,6 juta nomor karena belum melakukan registrasi ulang.
"Banyak pelanggan yang hanya ingin pakai data saja sehingga dimanfaatkan waktu akhir blokir yang 30 April."
Dihubungi terpisah, Group Head Corporate Communications PT XL Axiata, Tbk Tri Wahyuningsih mengatakan pihaknya bakal mendorong konsumen untuk melakukan registrasi. Dia memperkirakan 42 juta pelanggan XL telah mendaftarkan nomor seluler prabayarnya.
Konsumen yang belum mendaftarkan nomornya, tutur Tri, karena masalah dokumen kependudukan seperti berubahnya nomor Kartu Keluarga (KK), data kependudukan ganda, nomor KK yang tidak valid juga kekeliruan ketika memasukkan nomor KK.
Meskipun promosi dianggap salah satu cara efektif untuk mendodrong registrasi, pihaknya masih belum memutuskan apakah akan mengeluarkan promo baru. Tri juga mengaku tak bisa mengukur apakah kabar penyalahgunaan data berdampak terhadap turunnya minat konsumen mendaftarkan nomornya. Pastinya, pihaknya terus melakukan edukasi dan mengingatkan pelanggan secara berkala.
"[Penawaran promo] lumayan efektif tapi terutama yang efektif adalah mengedukasi dan mengingatkan pelanggan secara berkala," kata Tri.
Vice President Corporate Communication PT Telekomunikasi Seluler Adita Irawati mengatakan pihaknya terus melakukan sosialisasi untuk mendorong konsusmen melakukan registrasi. Tantangan utama saat ini yakni bagaimana menjangkau konsumen di pelosok dan wilayah perbatasan.
Dia mengakui perlu upaya lebih untuk bisa menyentuh seluruh konsumen di daerah terpencil. Namun, dia berharap agar seluruh konsumen di pelosok bisa meregistrasikan nomornya sesuai tenggat yang ditetapkan pemerintah.
"Kami menyadari upaya ini tidak mudah mengingat pelanggan Telkomsel tersebar di seluruh Indonesia tidak hanya di kota besar namun juga hingga pelosok dan perbatasan negara. Dengan segala keterbatasan yang ada, dibutuhkan waktu yang lebih lama dan metoded yang lebih efektif untuk menyampaikan informasi mengenai kebijakan ini,"kata Adita.