Bisnis.com, JAKARTA-Berdasakan pola distribusi perdagangan beberapa komuditas (Poldis) 2017, potensi pola terpanjang distribusi perdagangan beras terjadi di Provinsi Maluku Utara, cabai merah di Sulawesi Tengah, bawang merah di Jawa Tengah, daging sapi di DKI Jakarta, dan daging ayam ras di Maluku.
Ini menunjukkan bahwa distribusi perdagangan beras, cabai merah, bawang merah, daging sapi, dan daging ayam ras dari produsen sampai ke konsumen akhir meliatkan dua hingga tujuh pelaku usaha.
Hal tersebut menjadi kontradiktif dengan harapan pemerintah yang ingin memangkas rantai distribusi sembako agar masyarakat dapat membeli sembako dengan harga yang lebih terjangkau. Pengamat ekonomi muda Bhima Yudhistira mengatakan bahwa hal tersebut dapat ditanggulangi dengan memaksimalkan pola kerja Satuan Tugas (Satgas) Pangan.
“Sebenarnya pemerintah itu sudah punya banyak instrumen, salah satunya itu melalui Satgas pangan. Jadi Satgas pangan itu juga menyelidiki Kenapa sih kemudian rantai pasokannya panjang, sampai siapa saja aktor-aktor yang bermain, dan rantainya kira-kira di tiap distribusi itu berapa. Jadi, nanti ketahuan antara petani atau peternak di level itu sampai ke arah ke pasar itu selisihnya berapa,” jelas Bhima kepada Bisnis, Senin (19/02/2018).
Menurut laki-laki lulusan S1 international program Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta ini, kinerja dari Satgas pangan dinilai belum optimal karena menurutnya mereka masih melihat dari sisi hilir saja, yakni hanya menyelidiki harga sembako ketika sudah sampai di pasar saja, belum menelusuri dari rantai yang paling hulu seperti yang dia jelaskan di atas.
Tak hanya Satgas pangan saja, Bhima juga mengatakan peran KPPU harus bisa melakukan pencegahan preventif apabila terjadi konglemerasi di rantai distributor.
“Jadi misalnya ada distributor yang sama tapi mempunyai cabang yang berbeda, jadi ada pengembangan bisnis, contoh, misalkan awalnya [distributor tersebut] punya Rumah Potong Hewan [RPH] cuma satu, tapi kemudian dipecah. Yang satunya khusus untuk RPH ayam potong, yang satunya RPH ayam olahan, seakan-akan rantai pasokannya bisa lebih panjang,” ungkapnya.
Dari contoh tersebut dapat dikaji oleh KPPU, hal apa yang sebenarnya menyebabkan rantai distributor tersebut panjang. Adakah ‘pemain nakal’ yang membuat pola distribusi dari hulu hingga ke hilir terlihat panjang. Sehingga, terjadi persaingan usaha yang tidak sehat.
“Jadi hal-hal yang seperti itu [kalau bisa] Satgas pangan, KPPU, Kementerian Perdagangan itu memang harus melakukan evaluasi terhadap rantai pasokan, apa yang salah, siapa yang bermain, dan berapa kerugian bagi masyarakat atau konsumen dari panjangnya rantai pasokan itu,” tandasnya.