Bisnis.com, BOSTON – Jika uang tak mampu membeli cinta, maka uang mampu membeli orang untuk berhenti merokok menurut hasil dari sebuah penelitian. Penelitian itu menemukan bahwa perokok yang mendapat insentif berupa uang, selain dukungan pribadi, dapat membantu mereka berhenti dari kebiasaan menghisap nikotin daripada mereka yang tidak menerima intervensi ini.
Penelitian yang diterbitkan di Journal of the American Medical Association (JAMA) menunjukkan bahwa pendekatan ini dapat memainkan peran penting dalam membantu orang berhenti merokok.
Peneliti dari Boston Medical Center melakukan percobaan dengan membuat program yang memberi hadiah uang sebesar US$ 250 (sekitar Rp 3,4 juta) kepada peserta yang berhasil berhenti merokok selama 6 bulan.
Hadiah uang tadi akan ditambah US$ 500 (sekitar Rp 6,8 juta) jika peserta tersebut berhasil berhenti merokok selama enam bulan selanjutnya. Namun, mereka yang tidak berhenti pada enam bulan pertama, diberi kesempatan kedua untuk mendapatkan US$ 250, jika mereka berhenti pada enam bulan kedua.
Peserta lainnya tergabung dalam kelompok kontrol, di mana mereka hanya menerima materi informasi tentang sumber daya untuk membantu mereka berhenti merokok.
Untuk membuktikan partisipan benar-benar berhasil berhenti merokok, peneliti melakukan tes dengan mengambil sampel air liur dan urine secara berkala.
Hasilnya, peneliti menyebutkan bahwa 10% partisipan berhasil berhenti merokok selama 6 bulan pertama. Jauh lebih besar dibandingkan kelompok kontrol, di mana yang berhasil berhenti kurang dari 1%.
Pada jangka enam bulan setelahnya, 12% partisipan berhasil berhenti merokok. Sedangkan kelompok kontrol hanya 2% yang berhasil.
"Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa intervensi yang berhasil untuk membantu individu berhenti merokok, harus memiliki banyak fungsi dan fokus pada membantu sumber daya. Jika memungkinkan, memberikan insentif berupa uang," ujar peneliti Karen E. Lasser seperti dikutip dari EurekAlert!.
Intervensi ini ditemukan sangat bermanfaat bagi peserta lansia, wanita, dan perokok kulit hitam. Studi ini sendiri dilakukan di sebuah rumah sakit perkotaan di mana mayoritas peserta adalah perempuan dan orang Amerika keturunan Afrika.