Bisnis.com, BANDUNG - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Republik Indonesia melakukan kunjungan kerja ke Gunung Rakutak, Kab. Bandung pada Kamis (12/10).
Kunjungan yang diwakili oleh Direktur Penyiapan Kawasan Perhutanan Sosial Erna Rosdiana ini, untuk meninjau objek-objek Perhutanan Sosial di gunung tersebut.
"Memang benar hasil laporan dari staf saya bahwa kondisi di sini dalam kondisi yang rusak. Tadi kita lihat tanahnya saja sudah gembur, ini (risiko) longsornya tinggi," ujar Erna Rosdiana yang baru pertama kali mengunjungi Gunung Rakutak.
Erna menambahkan kalau tidak segera dihutankan kembali, hutan ini bisa terancam rusak. Maka, perlu ada penghijauan kembali dengan sistem Perhutanan Sosial.
Perhutanan Sosial di Wilayah Kerja Perum Perhutani merupakan sistem pemgelolaan hutan lestari oleh masyarakat dengan skema Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS). Perhutanan Sosial sendiri ditetapkan dalam Permen LHK nomor P.39/MenLHK/setjen/Kum.1/6/2017.
Tujuannya, untuk mengembalikan fungsi hutan sebagai hutan lindung. Petani akan diberi izin untuk mengolah lahan milik negara tersebut.
"Masalahnya sekarang, sudah ada masyarakat yang ada di dalam sudah menanam, ada sayur-sayurannya. Ini kan penghidupan masyarakat, kita cari jalan tengahnya.
Izin yang dikeluarkan oleh Kementerian LHK terbilang lama, 35 tahun dan bisa diturunkan ke anak-cucu. Tujuannya agar petani yang mengantongi IPHPS, memikirkan jangka panjang dengan menanam tanaman seperti kopi agar hutan juga menjadi hijau.
"Jalan tengahnya memberikan izin kepada masyarakat untuk bisa mengolah (lahan) di sini," ujar Erna.
Perhutani sendiri diakui oleh Erna sudah tidak bisa mengendalikan sendiri karena nyatanya sudah lima tahun kondisinya rusak. Maka, KLHK dengan dukungan kementerian-kementerian BUMN turun tangan untuk bisa memfasilitasi dan memberikan pengelolaan ini kepada masyarakat dengan pengawasan.
Petani yang terlibat dalam pengelolaan Perhutanan Sosial membuat rencana kelola menanam pohon jenis eukaliptus atau kayu putih sebanyak 40%. Hal ini disambut baik oleh Erna karena mampu menahan longsor dan bagus untuk hutan lindung.
Di samping itu, petani juga ingin menanam tanaman lain seperti kopi, alpukat, dan petai. Sedangkan untuk sayuran yang notabene menghasilkan uang lebih cepat dari tanaman lain, hanya diperbolehkan sebanyak 20% saja. Hal ini karena tanaman sayur tidak mampu menyerap air dan tidak mengurangi risiko longsor ataupun banjir.
"Sayuran diperbolehkan maksimal 20% kalau masyarakat masih membutuhkan. Tadi saya bertemu masyarakat yang bilang 'Bu, saya tidak setuju kalau ditanami sayur di sini'. Oh Alhamdulillah," ujar Erna yang sebelumnya sempat bertemu dengan salah satu masyarakat sekitar.
Pendamping di Wilayah Rakutak Roni menjelaskan bahwa untuk penanaman di hutan lindung, kesepakatan bersama dengan masyarakat, di kawasan itu tidak boleh ditanami sayuran.
"Dari gunung Rakutak sampai Kamojang ini, sudah kesepakatan bersama bahwa masuknya IPHPS ini tidak boleh ada lagi tanaman sayuran," ujar Roni.