Bisnis.com, BANDUNG -- Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung Yossi Irianto mengungkapkan bahwa masih adanya ketimpangan sosial yang terjadi antara warga di Kota Bandung.
Hal itu terlihat pada laju pertumbuhan ekonomi yang tidak seimbang antara warga miskin dan kaya. "Ini juga terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi tinggi namun kemiskinan pun meningkat," kata dia di Bandung, Jum'at (31/3/17).
Menurut data Kementerian Sosial, jumlah masyarakat miskin Kota Bandung dilihat dari penerima BPNT 2017 berjumlah 63.262 kepala keluarga. Secara keseluruhan, ditambah dengan data masyarakat rawan miskin yang juga mendapat perhatian khusus dari pemerintah kota berjumlah 447.170 jiwa.
“Itu menunjukkan bahwa masih ada ketimpangan antara warga miskin dan kaya," katanya.
Dengan demikian, Pemkot Bandung melalui peraturan Struktur Organisasi Tata Kerja (SOTK) yang baru membentuk dinas khusus yang akan menjadi koordinator penanganan kemiskinan guna penanganan tersebut bisa dilakukan secara terpadu dan saling berintegrasi.
"Kita ingin serius menanggulangi kemiskinan, tidak hanya sekadar panggilan undang-undang bahwa fakir miskin itu harus dijamin oleh negara, dalam hal ini pemerintah kota. Di Indonesia baru pertama kemiskinan ditangani oleh dinas terpisah," ujarnya.
Namun Yossi menekankan bahwa hal terpenting yang dilakukan saat ini adalah pemberian edukasi kepada masyarakat tentang berbagai aspek penanggulangan kemiskinan.
Hal itu dimulai dari kampanye untuk merubah pola pikir masyarakat agar mandiri dan tidak lagi bergantung kepada bantuan pemerintah.
"Dinas Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan juga harus mampu mengedukasi. Karena merubah karakter dan mengedukasi ternyata jauh kebih penting daripada, misalnya, kita memberikan beras," jelasnya..
"Kalau ada PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial), perasaan kita ingin ngasih uang. Padahal itu secara tidak langsung, dari sisi edukasi, itu akan menjerumuskan yang bersangkutan terus melakukan hal yang sama," ucapnya.