Bisnis.com, BANDUNG - Sekalipun proses evakuasi warga di Waduk Jatigede, Kabupaten Sumedang belum tuntas, PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) VI mengaku optimistis pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Jatigede pada 2018 bisa beroperasi.
General Manager PLN UIP VI Anang Yahmadi mengatakan, relokasi atau pemindahan warga yang masih bertahan di Waduk Jatigede menjadi kendala di lapangan. Akan tetapi, hal itu merupakan masalah kecil dan tidak hanya menjadi masalah yang harus ditanggung PLN.
"Mereka ingin pindah kalau dibantu dan kami sudah siap membantu mereka dengan mengeluarkan biaya pindah atas kesepakatan denga pemda. Hal ini masih sesuai dengan koridor peraturan," katanya, kepada Bisnis, Rabu (3/2/2016).
Menurutnya, saat ini progres pembangunan pembangkit baru mencapai 5% dimana konstruksi sudah mulai dilakukan dan kontraktor utama Sinohydro-PP Consortium pun sudah mulau masuk untuk mengerjakan akses jalan dan persiapan power house.
Pembangunan PLTA Jatigede akan meliputi gedung pembangkit (power house), berikut dengan saluran pembawa air (water ways), tangki pendatar air (surge tank), pipa pesat (penstock), saluran buang (tailrace), bangunan transmisi (transformer yard dan switchyard), jaringan transmisi (transmission line) serta bangunan penunjang lainnya.
Diminta beroperasi pada 2018, Anang mengaku bisa mencapai target tersebut, meski tak tuntas sepenuhnya. Mengingat waktu yang tersedia terbilang cukup mepet. Sedangkan mengenai fluktuasi harga material yang seringkali terpengaruh nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar, menurutnya hal itu sudah tidak menjadi masalah.
"Karena sudah dimasukan dalam kontrak pekerjaan yang mengakomodir perkembangan harga sehingga formulanya bisa mengikuti. Kalau ada perubahan harga naik ya naik dan turun juga turun," ujarnya.
Diakuinya, komponen utama pembangunan pembangkit listrik yakni turbin generator masih harus diimpor karena belum bisa diproduksi oleh dalam negeri. Karena kontraktor utama proyek ini berasal dari China, tidak menutup kemungkinan komponen tersebut pun diboyong dari negeri Tirai bambu tersebut.
"Kalau untuk pekerjaan sipil bahan bakunya bisa dipenuhi dari dalam negeri seperti batu, pasir dan semen. Sedangkan untuk pembangkitnya masih harus diimpor," ujarnya.