Jangan underestimate dengan film Indonesia. Bisa dibuktikan dengan menonton film Indonesia berjudul “Badoet” yang bertema horror tetapi tidak mengandung unsur esek-esek seperti yang terpatri sebagai stereotip dalam benak penonton di Tanah Air.
Hantu badut dalam khazanah film horror Indonesia merupakan hantu “imigran” alias produk impor karena bukan berasal dari tradisi lokal. Walau begitu, keberadaan badutnya sendiri sudah melekat dengan orang Indonesia.
Film horror yang mengetengahkan misteri kematian anak-anak di lingkungan rumah susun (rusun) ini, dikemas cukup apik dengan penampilan bintang-bintang mudanya, kecuali Ratu Felisha yang terbilang cukup sering bermain di layar lebar.
Bisa dibilang aktor dan aktris muda yang bermain di film ini tidak terlalu tampil gemilang. Justru akting dari pemain anak-anak dan pemain senior yaitu Ratu Felisha, tampil meyakinkan di film arahan Awi Suryadi ini.
Bagian pembukaan hingga sebelum masuk babak masalah atau di film diistilahkan act II, film “Badoet” kurang cukup menarik akibat akting yang cenderung pas-pasan dari para pemainnya. Namun, kekurangan itu bisa tertutupi pasca film melewati babak pengenalan masalah.
Tiga anak-anak penghuni rusun harus kehilangan nyawa dalam waktu berdekatan dengan cara yang tragis, yakni bunuh diri, setelah mereka memainkan kotak musik berboneka badut yang ditemukan Vino.
Visualisasi adegan yang cukup mendebarkan dari kematian satu persatu anak tersebut menjadi keunggulan film ini, di tengah penampakan-penampakan awal dari arwah badut yang relatif sudah terbaca dan penyelidikan para anak muda di rusun itu yang cenderung klise.
Munculnya karakter lain, yaitu Nikki seorang gadis indigo (dapat melihat dunia gaib), yang dalam cerita membantu ketiga anak muda di rusun menyelesaikan masalah terror arwah badut tersebut, hanya menjadi sedikit pembeda.
Dua puncak keseruan film ini yaitu saat ketiga anak muda, yaitu Donald, Farel, dan Kayla, mendapat terror dari arwah badut dan saat ketiganya beserta Nikki mencoba menyelamatkan Vino, anak dari janda muda bernama Raisa (Ratu Felisha), yang kerasukan arwah badut.
Raisa bersama empat anak muda itu mencoba berkomunikasi dengan arwah Badut sekaligus menyadarkan Vino. Adegan exorcism (pengusiran setan) sebagai sesuatu yang tidak baru dalam film arwah-arwahan, ditampilkan berbeda.
Dalam adegan itu, Raisa membacakan Ayat Kursi, yang merupakan penggalan ayat suci Alquran Surah Al-Baqarah ayat 255. Ayat yang diyakini dapat mengusir setan itu justru ditimpali oleh si arwah dengan mengerikan dalam film ini.
Bahkan, si anak yang kerasukan mencoba membunuh orang-orang di sekelilingnya. Tensi cerita yang dibangun di film ini cukup berhasil menghadirkan keseruan tersendiri dengan efek ketegangannya yang perlu Anda buktikan sendiri di bioskop.
Sisi tata artistik dan tata kamera beserta pergerakannya, serta tata musik yang cukup intens yang mendukung cinema experience dan bangunan cerita dari film ini, menjadikan “Badoet” tidak tergolong dalam film horror kelas rendahan.
Di luar dugaan, “Badoet” cukup kuat menghadapi persaingan bebas dengan “James Bond: Spectre”, “Hunger Games: Mockingjay Part II” dan film-film Hollywood lainnya di bioskop Tanah Air. Film ini masih bertahan selam tiga minggu setelah rilis perdana pada 12 November.
Last but not least, bagi Bisnis, menonton film ini tidak menimbulkan efek menyesal dan tidak memunculkan keinginan meminta uang tiket kembali.